Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu
Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Indonesia
Sejarawan Belanda Van Heine mengatakan bahwa sejak 2000 SM yang
bersamaan dengan zaman Neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang
bersamaan dengan zaman perunggu mengalirlah gelombang perpindahan
penduduk dari Asia ke pulau-pulau sebelah selatan daratan Asia ke
Indonesia. Sekitar tahun 1500 SM, mereka terdesak dari Campa kemudian
pindah ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka.
Sementara itu, bangsa yang lainnya masuk ke pulau-pulau di sebelah
selatan Asia tersebut, yakni Austronesia (austro artinya selatan, nesos
artinya pulau). Bangsa yang mendiami daerah Austronesia disebut bangsa
Austronesia. Bangsa Austronesia mendiami daerah sangat luas, meliputi
pulau-pulau yang membentang dari Madagaskar (sebelah barat) sampai Pulau
Paskah (sebelah timur) dan Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia Baru
(sebelah selatan).
Pendapat Van Heine Geldern ini diperkuat dengan penemuan peralatan
manusia purba berupa beliung batu yang berbentuk persegi di Sumatra,
Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi di bagian barat. Beliung seperti itu juga
banyak ditemukan di Asia, yakni di Malaysia, Birma (Myanmar), Vietnam,
Kampuchea, dan terutama di daerah Yunan (daerah Cina Selatan).
Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian
menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa Melayu Austronesia
atau bangsa Melayu Indonesia. Mereka yang masuk ke daerah Aceh menjadi
suku Aceh, yang masuk ke daerah Kalimantan disebut suku Dayak, yang ke
Jawa Barat disebut suku Sunda,yang Masuk ke sumatera utara di sebut suku Batak,yang masuk ke Pulau Nias Di Sebut Suku Nias, yang masuk ke Sulawesi disebut suku Bugis
dan Tanah Toraja, dan mereka yang masuk ke daerah Jambi disebut suku
Kubu (Lubu).
Bangsa Melayu dapat dibedakan menjadi dua, yakni bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda.
1.Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia (Yunan) yang
pertama kali ke Nusantara pada sekitar 1500 SM. Mereka datang ke
Nusantara melalui dua jalan.
a.Jalan barat dari Yunan
(Cina Selatan) melalui Selat Malaka (Malaysia) masuk ke Sumatra masuk ke
Jawa. Mereka membawa alat berupa kapak persegi.
b.Jalan utara (timur) dari
Yunan melalui Formosa (Taiwan) masuk ke Filipina kemudian ke Sulawesi
kemudian masuk ke Irian. Mereka membawa alat kapak lonjong.
Bangsa Melayu Tua ini memiliki kebudayaan batu sebab alat-alatnya
terbuat dari batu yang sudah maju, yakni sudah dihaluskan, berbeda
dengan manusia purba yang alatnya masih kasar dan sederhana. Hasil
budaya mereka dikenal dengan kapak persegi yang banyak ditemukan di
Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Adapun kapak
lonjong banyak digunakan mereka yang melalui jalan utara, yakni Sulawesi
dan Irian.
Menurut penelitian Von Heekern, di Kalumpang, Sulawesi Utara
telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak persegi dan kapak lonjong
yang dibawa orang Austronesia yang datang dari arah utara Indonesia
melalui Formosa (Taiwan), Filipina, dan Sulawesi.
2.Bangsa Melayu Muda (Deutero Melayu)
Bangsa Melayu Muda yang disebut juga Deutero Melayu datang dari daerah
Yunan (Cina Selatan) sekitar 500 SM. Mereka masuk ke Nusantara melalui
jalan barat saja.
Bangsa Melayu Muda berhasil mendesak dan bercampur dengan bangsa Proto
Melayu. Bangsa Deutero Melayu masuk melalui Teluk Tonkin (Yunan) ke
Vietnam, lalu ke Semenanjung Malaka, terus ke Sumatra, dan akhirnya
masuk ke Jawa.
Bangsa Deutero Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan
dengan Proto Melayu. Mereka sudah dapat membuat barang-barang dari
perunggu dan besi.
Hasil budayanya yang terkenal adalah kapak corong, kapak sepatu, dan
nekara. Selain kebudayaan logam, bangsa Deutero Melayu juga
mengembangkan kebudayaan Megalitikum, yaitu kebudayaan yang menghasilkan
bangunan yang terbuat dari batu besar. Hasil-hasil kebudayaan
Megalitikum, misalnya, menhir (tugu batu), dolmen (meja batu),
sarkofagus (keranda mayat), kubur batu, dan punden berundak.
Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Melayu Muda (Deutero
Melayu) adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis. Sebelum kelompok bangsa
Melayu memasuki Nusantara, sebenarnya telah ada kelompok-kelompok
manusia yang lebih dahulu tinggal di wilayah tersebut. Mereka termasuk
bangsa primitif dengan budayanya yang masih sangat sederhana.
Mereka yang termasuk bangsa primitif adalah sebagai berikut.
1.Manusia Pleistosin (purba)
Kehidupan manusia purba ini selalu berpindah tempat dengan kemampuan
yang sangat terbatas. Demikian pula kebudayaannya sehingga corak
kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti kembali, kecuali
beberapa aspek saja. Misalnya, teknologinya yang masih sangat sederhana
(teknologi paleolitik).
2.Suku Wedoid
Sisa-sisa suku Wedoid sampai sekarang masih ada, misalnya, suku Sakai di
Siak serta suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Mereka hidup
dari meramu (mengumpulkan hasil hutan) dan berkebudayaan sederhana.
Mereka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.
3.Suku Negroid
Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku Negroid.
Akan tetapi, di pedalaman Malaysia dan Filipina keturunan suku Negroid
masih ada. Suku yang termasuk ras Negroid, misalnya, suku Semang di
Semenanjung Malaysia dan suku Negrito di Filipina. Mereka akhirnya
terdesak oleh orang-orang Melayu Modern sehingga hanya menempati daerah
pedalaman terisolir.
Menurut Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
daratan Asia, yakni Yunan. Mereka datang melalui dua gelombang dan dua
jalan.
•Gelombang Melayu Tua (Proto Melayu) 1500 SM melalui dua jalan.
a) Jalan barat melalui Yunan –Malaka – Sumatra – Jawa, alat yang dibawa kapak persegi.
b) Jalan Utara melewati Yunan– Formosa–Jepang– Filipina– Sulawesi Utara– Papua, alat yang dibawa kapak lonjong.
•Melayu Muda (Deutero Melayu) 500 SM merupakan kedatangan gelombang II melalui jalan barat.
Bahasa Sunda
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Sunda (
Basa Sunda, dalam
aksara Sunda ditulis
ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ) adalah sebuah bahasa dari cabang
Melayu-Polinesia dalam
rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh setidaknya 42 juta orang dan merupakan bahasa Ibu dengan penutur terbanyak kedua di
Indonesia setelah
Bahasa Jawa. Bahasa Sunda dituturkan di hampir seluruh provinsi
Jawa Barat dan
Banten, serta wilayah barat
Jawa Tengah mulai dari Kali Brebes (Sungai Cipamali) di wilayah
Kabupaten Brebes dan
Kali Serayu (Sungai Ciserayu) di
Kabupaten Cilacap, di sebagian kawasan
Jakarta, serta di seluruh provinsi di
Indonesia dan luar negeri yang menjadi daerah urbanisasi
Suku Sunda.
Dari segi
linguistik, bersama
bahasa Baduy, bahasa Sunda membentuk suatu
rumpun bahasa Sunda yang dimasukkan ke dalam
rumpun bahasa Melayu-Sumbawa.
Variasi dalam bahasa Sunda
Peta linguistik Jawa Barat
Dialek (
basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur
bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda
[2]. Dialek-dialek ini adalah:
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten
[3] dan
Lampung. Dialek Utara mencakup daerah Sunda utara termasuk
Kota Bogor dan sebagian daerah
Pantura.
Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota Bandung
dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek di
sekitar
Kabupaten Majalengka dan sebagian
Kabupaten Indramayu. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar
Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Kuningan juga sebagian Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Tegal di
Jawa Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar
Kabupaten Ciamis juga Kabupaten Cilacap dan
Kabupaten Banyumas di
Jawa Tengah.
Bahasa Sunda Kuno adalah bentuk bahasa Sunda yang ditemukan pada
beberapa catatan tertulis, baik di batu (prasasti) maupun lembaran daun
kering (
lontar).
Tidak diketahui apakah bahasa ini adalah dialek tersendiri atau
merupakan bentuk yang menjadi pendahulu bahasa Sunda modern. Sedikitnya
literatur berbahasa Sunda menyulitkan kajian linguistik varian bahasa
ini.
Sejarah dan penyebaran
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda (
Pasundan). Namun, bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di
Kabupaten Brebes dan
Cilacap, dikarenakan wilayah ini dahulunya berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Galuh. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan
Dayeuhluhur,
Cimanggu, dan sebagainya.
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar
abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi
Dieng di
Jawa Tengah, berdasarkan nama "Dieng" yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata
dihyang yang merupakan kata
bahasa Sunda Kuno).
Seiring transmigrasi dan imigrasi yang dilakukan etnis Sunda, penutur
bahasa ini telah menyebar sampai ke luar pulau Jawa. Misalkan di
Lampung,
Sumatera Selatan,
Jambi,
Riau,
Kalimantan Barat dan
Sulawesi Tenggara dimana penduduk etnis Sunda dengan jumlah signifikan menetap di daerah luar Pasundan tersebut.
Fonologi
Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan
Abjad Latin dan sangat
fonetis. Ada lima suara vokal murni (a, é, i, o, u), dua vokal netral, (e (
pepet) dan eu (
ɤ), dan tidak ada
diftong. Fonem konsonannya ditulis dengan huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah
menjadi konsonan utama: f -> p, v -> p, sy -> s, sh -> s, z
-> j, and kh -> h.
Berikut adalah fonem dari bahasa Sunda dalam bentuk tabel. Pertama vokal disajikan. (Silahkan isi sesuai keinginan)
Vokal
|
Depan |
Madya |
Belakang |
Tertutup |
iː |
|
uː |
Tengah |
e |
ə |
o |
Hampir Terbuka |
(ɛ) |
ɤ |
(ɔ) |
Terbuka |
a |
|
|
Dan di bawah ini adalah tabel konsonan.
Konsonan
|
Bibir |
Gigi |
Langit2
keras |
Langit2
lunak |
Celah
suara |
Sengau |
m |
n |
ɲ |
ŋ |
|
Letap |
p b |
t d |
c ɟ |
k g |
ʔ |
Desis |
|
s |
|
|
h |
Getar/Sisi |
|
l r |
|
|
|
Hampiran |
w |
|
j |
|
|
Sistem penulisan
Huruf Besar |
Huruf Kecil |
Nama |
Huruf Besar |
Huruf Kecil |
Nama |
A |
a |
|
M |
m |
|
B |
b |
|
N |
n |
|
C |
c |
|
Ng |
ng |
|
D |
d |
|
Ny |
ny |
|
E |
e |
|
O |
o |
|
É |
é |
|
P |
p |
|
Eu |
eu |
|
Q |
q |
|
G |
g |
|
R |
r |
|
H |
h |
|
S |
s |
|
I |
i |
|
T |
t |
|
J |
j |
|
U |
u |
|
K |
k |
|
W |
w |
|
L |
l |
|
Y |
y |
|
Aksara Sunda
Ha |
Na |
Ca |
Ra |
Ka |
Da |
Ta |
Sa |
Wa |
La |
Pa |
Dha |
Ja |
Ya |
Nya |
Ma |
Ga |
Ba |
Tha |
Nga |
Undak-usuk
Karena pengaruh budaya
Jawa pada masa kekuasaan kerajaan
Mataram-Islam, bahasa Sunda - terutama di wilayah
Parahyangan - mengenal
undak-usuk atau tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa
loma/
lancaran, hingga bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah pedesaan/pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda
loma (bagi orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan. Di bawah ini disajikan beberapa contoh.
Tempat
Bahasa Indonesia |
Bahasa Sunda
(normal) |
Bahasa Sunda
(sopan/lemes) |
Rumah |
Imah |
Bumi |
Belakang |
Tukang |
Pengker |
Depan |
Hareup |
Payun |
Waktu
Bahasa Indonesia |
Bahasa Sunda
(normal) |
Bahasa Sunda
(sopan/lemes) |
Dahulu |
Baheula/Bareto |
Kapungkur |
Lama |
Heubeul |
Lami |
Nanti |
Engke |
Engkin |
Besok |
Isuk |
Enjing |
Lain Lain
Bahasa Indonesia |
Bahasa Sunda
(normal) |
Bahasa Sunda
(sopan/lemes) |
Makan |
Dahar/Emam |
Tuang |
Ada |
Aya/Hana |
Nyondong |
Bukan |
Lain |
Sanes |
Saya |
Urang |
Abdi/Kuring/Pribados |
Perbedaan dengan bahasa Sunda di Banten
Bahasa Sunda Banten adalah bahasa Sunda yang digunakan sebagian masyarakat di
Banten,
serta yang berada di daerah Priangan seperti Garut, Tasikmalaya,
Bandung, dan lain sebagainya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak
mengenal tingkatan, dikarenakan wilayah Banten tidak pernah berada di
bawah kekuasaan
Kesultanan Mataram.
Bahasa Sunda tersebut masih terlihat memiliki hubungan erat dengan
bahasa Sunda Kuno, namun oleh mayoritas orang-orang yang berbahasa Sunda
yang memiliki tingkatan (Priangan), bahasa Sunda Banten di
Rangkasbitung dan Pandeglang digolongkan sebagai bahasa Sunda kasar.
Secara praktiknya, bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai bahasa Sunda
dialek Barat. Pengucapan bahasa Sunda di Banten umumnya berada di daerah
Banten bagian selatan, yaitu
kabupaten Lebak dan
kabupaten Pandeglang.
Bilangan dalam bahasa Sunda
Bilangan |
Lemes |
1 |
hiji |
2 |
dua |
3 |
tilu |
4 |
opat |
5 |
lima |
6 |
genep |
7 |
tujuh |
8 |
dalapan |
9 |
salapan |
10 |
sa-puluh |
11 |
sa-belas |
12 |
dua belas |
13 |
tilu belas |
.. |
.. |
20 |
dua puluh |
21 |
sa-likur |
22 |
dua likur |
29 |
salapan likur |
.. |
.. |
100 |
sa-ratus |
101 |
sa-ratus hiji |
.. |
.. |
200 |
dua ratus |
201 |
dua ratus hiji |
.. |
.. |
1.000 |
sa-rebu |
.. |
.. |
1.000.000 |
sa-juta |
.. |
.. |
1.000.000.000 |
sa-miliar |
.. |
.. |
1.000.000.000.000 |
sa-triliun |
.. |
.. |
1.000.000.000.000.000 |
sa-quadriliun |
Catatan kaki
- ^ Nationalencyklopedin "Världens 100 största språk 2007" The World's 100 Largest Languages in 2007
- ^ Misalkan Wurm dan Shirô Hattori dalam Language Atlas of Asia-Pacific (1983).
- ^ Daerah Ujung Kulon di sebelah selatan Banten semenjak meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 tidak dihuni lagi dan sekarang menjadi taman nasional
Lihat pula
Rumpun bahasa Austronesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Austronesia |
Distribusi
geografis: |
Asia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Suriname, Tonga, Selandia Baru, Pulau Paskah, Tahiti, dan Hawai[1] |
Rumpun bahasa: |
Salah satu rumpun bahasa utama di dunia; meski hubungan dengan
rumpun-rumpun lain sudah diajukan, namun belum ada yang diterima secara
luas |
Pembagian: |
|
Peta penyebaran bahasa Austronesia di dunia
|
Rumpun bahasa Austronesia (atau kadang disebut "bahasa kepulauan") adalah sebuah
rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di
dunia. Dari
Taiwan dan
Hawaii di ujung
utara sampai
Selandia Baru (
Aotearoa) di ujung
selatan dan dari
Madagaskar di ujung
barat sampai
Pulau Paskah (
Rapanui) di ujung
timur.
Kebanyakan bahasa-bahasa Austronesia tidak mempunyai sejarah panjang
dalam bentuk tertulis, sehingga upaya untuk merekonstruksi bentuk-bentuk
yang lebih awal, yaitu sampai pada Proto-Austronesia, menjadi lebih
sulit. Prasasti tertua dalam bahasa Cham, yaitu
Prasasti Dong Yen Chau
yang diperkirakan dibuat pada abad ke-4 Masehi, sekaligus merupakan
contoh bukti tertulis tertua pula bagi rumpun bahasa Austronesia.
Istilah Austronesia
Austronesia mengacu pada wilayah geografis yang penduduknya menuturkan bahasa-bahasa Austronesia. Wilayah tersebut mencakup Pulau
Formosa, Kepulauan
Nusantara (termasuk Filipina),
Mikronesia,
Melanesia,
Polinesia, dan Pulau
Madagaskar. Secara
harafiah, Austronesia berarti "Kepulauan Selatan" dan berasal dari
bahasa Latin austrālis yang berarti "selatan" dan
bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia) yang berarti "pulau".
Jika bahasa Jawa di
Suriname dimasukkan, maka cakupan geografi juga mencakup daerah tersebut. Studi juga menunjukkan adanya masyarakat penutur
bahasa Melayu di pesisir
Sri Langka[2].
Asal usul bangsa Austronesia
Untuk mendapat ide akan tanah air dari bangsa Austronesia,
cendekiawan menyelidiki bukti dari arkeologi dan ilmu genetika.
Penelaahan dari ilmu
genetika
memberikan hasil yang bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bukti
bahwa tanah air bangsa Austronesia purba berada pada benua Asia.
(seperti Melton dkk., 1998), sedangkan yang lainnya mengikuti penelitian
linguistik yang menyatakan bangsa Austronesia pada awalnya bermukim di
Taiwan. Dari sudut pandang
ilmu sejarah bahasa, bangsa Austronesia berasal dari
Taiwan
karena pada pulau ini dapat ditemukan pembagian terdalam bahasa-bahasa
Austronesia dari rumpun bahasa Formosa asli. Bahasa-bahasa Formosa
membentuk sembilan dari sepuluh cabang pada rumpun bahasa Austronesia
[3].
Comrie (2001:28) menemukan hal ini ketika ia menulis:
“ |
...
Bahasa-bahasa Formosa lebih beragam satu dengan yang lainnya
dibandingkan seluruh bahasa-bahasa Austronesia digabung menjadi satu
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi perpecahan genetik dalam
rumpun bahasa Austronesia di antara bahasa-bahasa Taiwan dan sisanya.
Memang genetik bahasa di Taiwan sangatlah beragam sehingga mungkin saja
bahasa-bahasa itu terdiri dari beberapa cabang utama dari rumpun bahasa
Austronesia secara kesuluruhan. |
” |
Setidaknya sejak
Sapir
(1968), ahli bahasa telah menerima bahwa kronologi dari penyebaran
sebuah keluarga bahasa dapat ditelusuri dari area dengan keberagaman
bahasa yang besar ke area dengan keberagaman bahasa yang kecil. Walau
beberapa cendekiawan menduga bahwa jumlah dari cabang-cabang di antara
bahasa-bahasa Taiwan mungkin lebih sedikit dari perkiraan Blust sebesar 9
(seperti Li 2006), hanya ada sedikit perdebatan di antara para ahli
bahasa dengan analisis dari keberagaman dan kesimpulan yang ditarik
tentang asal dan arah dari migrasi rumpun bahasa Austronesia.
Bukti dari ilmu arkeologi menyarankan bahwa bangsa Austronesia bermukim di Taiwan sekitar delapan ribu tahun yang lalu
[4]. Dari pulau ini para pelaut bermigrasi ke
Filipina,
Indonesia, kemudian ke
Madagaskar dekat benua
Afrika dan ke seluruh
Samudra Pasifik, mungkin dalam beberapa tahap, ke seluruh bagian yang sekarang diliputi oleh bahasa-bahasa Austronesia
[5]. Bukti dari ilmu sejarah bahasa menyarankan bahwa migrasi ini bermula sekitar enam ribu tahun yang lalu
[6]. Namun, bukti dari ilmu sejarah bahasa tidak dapat menjembatani celah antara dua periode ini.
Pandangan bahwa bukti dari ilmu bahasa menghubungkan bahasa
Austronesia purba dengan bahasa-bahasa Tiongkok-Tibet seperti yang
diajukan oleh Sagart (2002), adalah pandangan minoritas seperti yang
dinyatakan oleh Fox (2004:8):
“ |
Disiratkan
dalam diskusi tentang pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia adalah
permufakatan bahwa tanah air bangsa Austronesia berada di Taiwan. Daerah
asal ini mungkin juga meliputi kepulauan Penghu
di antara Taiwan dan Cina dan bahkan mungkin juga daerah-daerah pesisir
di Cina daratan, terutama apabila leluhur bangsa Austronesia dipandang
sebagai populasi dari komunitas dialek yang tinggal pada permukiman
pesisir yang terpencar. |
” |
Analisis kebahasaan dari bahasa Austronesia purba berhenti pada
pesisir barat Taiwan. Bahasa-bahasa Austronesia yang pernah dituturkan
di daratan Cina tidak bertahan. Satu-satunya pengecualian, bahasa
Chamic, adalah migrasi yang baru terjadi setelah penyebaran bangsa Austronesia
[7].
Penggolongan
Agak sulit untuk mendefinisikan struktur kekeluargaan dari
bahasa-bahasa Austronesia karena rumpun bahasa Austronesia terdiri dari
bahasa-bahasa yang sangat mirip dan berhubungan erat dengan
kesinambungan dialek
yang besar sehingga sukar untuk mengenali batasan di antara cabang.
Bahkan pada pembagian terbaik yang ada sekarang banyak grup di Filipina
dan Indonesia dikelompokan dari letak geografisnya alih-alih dari
keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya. Namun adalah jelas bahwa
keberagaman genealogis terbesar ditemukan pada bahasa-bahasa Taiwan dan
keberagaman terkecil ditemukan pada kepulauan Pasifik sehingga
mendukung teori penyebaran dari Taiwan atau Tiongkok.
Famili bahasa-bahasa Formosa sebelum kolonisasi Cina, per Blust (1999).
Penggolongan bahasa-bahasa Austronesia berikut diajukan oleh Blust.
Penggolongan yang diajukannya bukanlah yang pertama dan bahkan ia juga
mencantumkan paling sedikit tujuh belas penggolongan lainnya dan
mendiskusikan fitur-fitur dan rincian dari pengelompokan tersebut.
Beberapa ahli bahasa Formosa mempertentangkan rincian dari penggolongan
itu namun penggolongan ini dalam garis besar tetap menjadi titik
referensi untuk analisis ilmu bahasa saat ini. Dapat dilihat bahwa
sembilan cabang utama dari bahasa Austronesia kesemuanya adalah
bahasa-bahasa Formosa.
Austronesia
- Atayalik (Atayal, Seedik) [nama lain untuk Seediq:Truku, Taroko, Sediq]
- Formosa Timur
- Utara (Basai-Trobiawan, Kavalan)
- Tengah (Amis, Nataoran, Sakizaya)
- Barat Daya (Siraya)
- Puyuma
- Paiwan
- Rukai
- Tsouik (Tsou, Saaroa, Kanakanabu)
- Bunun
- Dataran Rendah Barat
- Dataran Tengah-Barat (Taokas-Babuza, Papora-Hoanya)
- Thao
- Formosa Barat Laut (Saisiyat, Kulon-Pazeh)
- Malayo-Polinesia (Lihat di bawah)
Penggolongan bahasa cabang Melayu-Polinesia
Berikut adalah klasifikasi bahasa cabang Melayu-Polinesia yang disederhanakan oleh Wouk & Ross (2002)
Bahasa Melayu-Polinesia
- Bahasa Kalimantan-Filipina atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Luar (Hesperonia Luar): terdiri dari banyak bahasa seperti Dayak Ngaju, Gorontalo, bahasa Bajau, bahasa-bahasa Minahasa, Tagalog, Cebuano, Hiligaynon, Ilokano, Kapampangan, Malagasi, dan Tausug
- Bahasa Malayo-Polinesia Inti (Kemungkinan menyebar dari Pulau Sulawesi)
- Bahasa Sunda-Sulawesi atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Dalam (Hesperonia Dalam), contoh: Indonesia Barat, Bugis, Aceh, Cham (di Vietnam dan Kamboja), Melayu, Indonesia, Iban, Sunda, Jawa, Bali, Chamoru, dan Palau
- Bahasa Malayo-Polinesia Tengah-Timur
Salah satu cabang terbesar adalah cabang Sundik yang menurunkan bahasa-bahasa Austronesia dengan jumlah penutur terbesar yaitu:
Bahasa Jawa,
Bahasa Melayu (dan
Bahasa Indonesia),
Bahasa Sunda,
Bahasa Madura,
Bahasa Aceh,
Bahasa Batak dan
Bahasa Bali.
Kekerabatan dengan rumpun bahasa yang lain
Hubungan-hubungan genealogis antara rumpun bahasa Austronesia dan keluarga bahasa yang lainnya di
Asia Tenggara
telah diajukan dan umumnya disebut Filum Bahasa Austrik. Pada hipotesis
filum Austrik dinyatakan bahwa semua bahasa di Tiongkok bagian selatan
sebenarnya berkerabat yaitu rumpun bahasa Austronesia,
bahasa Austro-Asia,
bahasa Tai-Kadai dan
bahasa Hmong-Mien (juga disebut Miao-Yao).
Secara skematis rumpun bahasa Austrik secara hipotetis adalah sebagai berikut:
Austrik
- Austronesia
- Tai-Kadai
- Hmong-Mien
- Austro-Asiatik
Para penutur keempat rumpun bahasa yang diduga berkerabat ini bermukim di daerah yang sekarang termasuk
Tiongkok bagian selatan sampai kurang lebih pada antara tahun
2000 SM –
1000 SM.
Kala itu suku bangsa Han, yang merupakan penutur bahasa Sino-Tibet,
dari Tiongkok utara menyerbu ke selatan dan para penutur bahasa Austrik
tercerai-berai. Hal ini yang diduga sebagai alasan mengapa kaum
Austronesia lalu bermigrasi ke Taiwan dan ke kepulauan Asia Tenggara dan
Samudra Pasifik lainnya.
Beberapa hipotesis filum Austrik juga mengajukan akan perubahan dari
akar kata dwisuku kata di mana bahasa Austronesia menyimpan kedua suku
kata sedangkan bahasa Austro-Asiatik menyimpan suku kata pertama dan
bahasa Tai-Kadai menyimpan suku kata kedua. Sebagai contoh:
Austronesia purba |
*mata ‘mata |
Austro-Asiatik purba |
*măt ‘mata'’ |
Tai-Kadai purba |
*taa ‘mata |
Namun, satu-satunya proposal dari yang mematuhi
metode perbandingan adalah hipotesis "Austro-Tai" yang menghubungkan rumpun bahasa Austronesia dengan rumpun bahasa Tai-Kadai.
Roger Blench (2004:12) mengetakan tentang Austro-Tai bahwa:
“ |
Ostapirat
mengasumsikan sebuah model sederhana dari sebuah perpecahan dengan para
Daik [Tai-Kadai] sebagai orang-orang Austronesia yang menetap di daerah
asalnya. Namun hal ini nampaknya tidak mungkin karena Daik nampak
seperti percabangan dari bahasa Filipina Purba dan tidak mempunyai
kerumitan seperti yang dimiliki oleh bahasa-bahasa Formosa. Mungkin
dapat lebih baik dipandang bahwa penutur Daik Purba bermigrasi kembali
dari Filipina utara ke daerah di pulau Hainan. Hal ini dapat menjelaskan
perbedaan dari Hlai, Be, dan Daik sebagai hasil dari penstrukturan
ulang secara radikal karena kontak dengan penutur bahasa-bahasa Miao-Yao
dan Sinitik. |
” |
Atau dengan kata lain, pengelompokan dibawah Tai-Kadai akan menjadi
cabang dari bahasa Kalimantan-Filipina. Namun, tidak ada dari proposal
tersebut yang mendapat sambutan luas dari komunitas ilmu bahasa.
- Contoh perbandingan kosakata dalam rumpun bahasa pada masing-masing wilayah[1]
Klasifikasi bahasa Jepang
Telah diajukan juga hipotesis bahwa
bahasa Jepang
mungkin adalah saudara jauh dari rumpun bahasa Austronesia. [Ada yang
mengelompokkan bahasa ini dalam rumpun bahasa Austronesia berdasarkan
beberapa kata-kata dan fonologi bahasa Jepang. Namun yang lain
berpendapat bahwa bahasa Jepang termasuk rumpun
bahasa Altai dan terutama mirip dengan cabang
bahasa Mongol.
Bahasa Korea kemungkinan besar termasuk rumpun bahasa yang sama pula.
Bahasa Korea mirip dengan bahasa Jepang namun sejauh ini belum ada yang
menghubungkannya dengan rumpun bahasa Austronesia. Namun perlu diberi
catatan pula bahwa rumpun bahasa Altai masih dipertentangkan pula.
Sebagai contoh adalah beberapa kata dari bahasa Jepang yang diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:
- hi yang berarti api dan berasal dari *PAN (Proto-Austronesia): *Xapuy
- ke yang berarti kayu
Beberapa kata dari bahasa Sikka - Maumere (Flores) yang diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:
- ai yang berarti kayu
- api yang berarti api
Hipotesis akan hubungn bahasa Jepang sebagai saudara dari
bahasa-bahasa Austronesia ditolak oleh hampir seluruh pakar ilmu bahasa
karena hanya ada sedikit bukti akan hubungan antara bahasa Jepang dan
rumpun bahasa Austronesia dan kebanyakan ahli bahasa berpikir bahwa
kesamaan yang sedikit ini adalah hasil dari pengaruh bahasa-bahasa
Austronesia pada bahasa Jepang, mungkin melalui
substratum.
Mereka yang mengajukan skenario ini menyarankan bahwa rumpun bahasa
Austronesia dulunya pernah meliputi pulau-pulau di utara dan selatan
dari Taiwan. Lebih lanjut, tidak ada bukti genetis untuk hubungan yang
dekat antara penutur bahasa-bahasa Austronesia dan bahasa-bahasa
Japonik, sehingga apabila ada interaksi pra-sejarah antara penutur
bahasa Austronesia purba dengan bahasa Japonik purba lebih mungkin
interaksi itu adalah sebuah pertukaran budaya yang sederhana alih-alih
percampuran etnis yang signifikan. Analisis genetis menunjukan secara
konsisten bahwa orang-orang
Ryukyu
di antara Taiwan dan pulau-pulau utama Jepang lebih mirip dengan orang
Jepang daripada orang asli Taiwan. Hal ini menyarankan bahwa apabila ada
interaksi antara bangsa Austronesia purba dan bangsa Japonik purba,
interaksi ini kemungkinan terjadi di benua Asia timur sebelum pengenalan
bahasa-bahasa Austronesia ke Taiwan (atau setidaknya sebelum kepunahan
hipotetis bahasa-bahasa Austronesia dari daratan Tiongkok), dan
bahasa-bahasa Japonik ke Jepang.
Perbendaharaan kata
Rumpun bahasa Austronesia didefinisikan menggunakan metode
perbandingan bahasa untuk menemukan kata-kata yang seasal, yaitu
kata-kata yang mirip dalam bunyi dan makna dan dapat ditunjukan berasal
dari kata yang sama dari bahasa Austronesia purba menurut sebuah aturan
yang regular. Beberapa kata seasal sangatlah stabil, sebagai contoh kata
untuk
mata pada banyak bahasa-bahasa Austronesia adalah "mata"
juga mulai dari bahasa paling utara di Taiwan sampai bahasa paling
selatan di Aotearoa.
Di bawah disajikan sebagai contoh untuk menunjukkan kekerabatan,
kata-kata bilangan dari satu sampai sepuluh dalam beberapa bahasa
Austronesia. Catatan: /e/ harus dibaca sebagai pepet (misalkan dalam
kata “keras”) dan /é/ sebagai taling (misalkan dalam kata “lémpar”).
Jika ada kesalahan, para pembaca dipersilakan memperbaikinya.
Basis Data Perbendaharan Kata Bahasa-Bahasa Austronesia (pranala
diberikan dibawah artikel) mencatat kata-kata (dikodekan menurut
keseasalan) untuk sekitar 500 bahasa Austronesia.
Tipologi dan struktur
Sukar untuk menarik sebuah generalisasi yang berarti tentang
bahasa-bahasa yang menyusun rumpun yang seberagam rumpun bahasa
Austronesia. Pada garis besarnya, bahasa-bahasa Austronesia dapat dibagi
menjadi tiga kelompok bahasa: tipe Filipina, tipe Indonesia, dan tipe
pasca-Indonesia
[8].
Kelompok yang pertama diwatakkan dengan urutan kata kata kerja-pertama
dan pengubahan suara gramatik ala bahasa Filipina, fenomena yang
seringkali dirujuk sebagai pemfokusan. Literatur yang berhubungan mulai
menjauhi penggunaan istilah ini karena banyak ahli bahasa merasa bahwa
fenomena pada bahasa bertipe ini lebih baik disebut sebagai suara
gramatik.
Bahasa-bahasa Austronesia umumnya menggunakan pengulangan kata.
Fonologi
bahasa-bahasa Austronesia tergolong sederhana dengan aturan pembentukan
suku kata yang sangat terbatas dan jumlah fonem yang sedikit. Banyak
dari bahasa-bahasa Austronesia tidak memperbolehkan sukukata dan gugusan
konsonan. Beberapa bahasa memang memiliki gugusan-gugusan konsonan
namun ini merupakan pengaruh dari bahasa-bahasa lain, terutama dari
bahasa Arab,
bahasa Sanskerta, dan
bahasa Indo-Eropa lainnya.
Beberapa bahasa bahkan meminjam
fonem dari bahasa lain seperti
retrofleks dalam bahasa Jawa dan
fonem berhembus
dalam bahasa Madura yang diduga diserap dari bahasa Sanskerta. Namun
banyak para pakar yang menentang bahwa fonem-fonem ini dipinjam dari
bahasa Sanskerta. Mereka berpendapat bahwa fonem-fonem ini merupakan
perkembangan sendiri saja.
Jumlah penutur
Secara total jumlah penutur bahasa Austronesia sekitar 300 juta jiwa.
Berikut adalah bahasa-bahasa Austronesia diurutkan dari bahasa dengan
penutur terbanyak.
Jumlah penutur bahasa-bahasa Austronesia
Bahasa |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
Proto-Austronesia |
*esa/isa |
*duSa |
*telu |
*Sepat |
* lima |
*enem |
*pitu |
*walu |
*Siwa |
*sa-puluq |
Paiwan |
ita |
dusa |
celu |
sepac |
lima |
unem |
picu |
alu |
siva |
ta-puluq |
Tagalog |
isá |
dalawá |
tatló |
ápat |
limá |
ánim |
pitó |
waló |
siyám |
sampû |
Ma'anyan |
Isa' |
rueh |
telo |
epat |
dime |
enem |
pitu |
Balu' |
suei |
sapuluh |
Bugis |
seddi |
dua |
téllu |
eppa |
lima |
enneng |
pitu |
aruwa |
asera |
seppulo |
Malagasy |
iráy |
róa |
télo |
éfatra |
dímy |
énina |
fíto |
válo |
sívy |
fólo |
Aceh |
sa |
duwa |
lhee |
peuet |
limöng |
nam |
tujôh |
lapan |
sikureueng |
siplôh |
Toba Batak |
sada |
dua |
tolu |
opat |
lima |
onom |
pitu |
walu |
sia |
sampulu(baca: /m/ hilang, menjadi /sappulu/ |
Bali |
sa |
dua |
telu |
papat |
lima |
enem |
pitu |
kutus |
sia |
dasa |
Sasak |
esa |
due |
telu |
empat |
lime |
enem |
pitu’ |
balu’ |
siwa’ |
sepulu |
Jawa Kuno |
sa |
rwa |
telu |
pat |
lima |
nem |
pitu |
wwalu |
songo |
sapuluh |
Jawa Baru |
siji |
loro |
telu |
papat |
lima |
nem |
pitu |
wolu |
songo |
sepuluh |
Sunda |
hiji |
dua |
tilu |
opat |
lima |
genep |
tujuh |
dalapan |
salapan |
sapuluh |
Madura |
settong |
dhua |
tello' |
empa' |
léma' |
ennem |
pétto' |
ballu' |
sanga' |
sapolo |
Melayu |
satu |
dua |
tiga |
empat |
lima |
enam |
tujuh |
delapan |
sembilan |
sepuluh |
Minangkabau |
ciék |
duo |
tigo |
ampék |
limo |
anam |
tujuah |
salapan |
sambilan |
sapuluah |
Rapanui |
tahi |
rua |
toru |
ha |
rima |
ono |
hitu |
va'u |
iva |
'ahuru |
Hawaii |
`ekahi |
`elua |
`ekolu |
`eha: |
`elima |
`eono |
`ehiku |
`ewalu |
`eiwa |
`umi |
Sinama |
issah |
duah |
talluh |
mpat |
limah |
nnom |
pitu' |
walu' |
siam |
sangpu |
Gayo |
sara |
roa |
tulu |
opat |
lime |
onom |
pitu |
waloh |
siwah |
sepuluh |
Sikka-Maumere |
ha |
rua |
telu |
hutu |
lima |
ena |
pitu |
walu |
hiwa |
puluh |
Toraja |
misa' |
da'dua |
tallu |
a'pa' |
lima |
annan |
pitu |
karua |
kasera |
sangpulo |
Enrekang |
mesa |
duwa |
tallu |
appa' |
lima |
annan |
pitu |
karua |
kasera |
sappulo |
Dawan-Timor |
mese' |
nua |
teoun |
ha |
nim |
ne' |
hiut |
fa'un |
sea |
bo'es |
Rote-Oenale |
esa |
rua |
telu |
ha |
lima |
ne |
hitu |
falu |
sio |
sanhulu |
Kaili(Rai)- Sulteng |
saongu |
randua |
tatolu |
ampa |
alima |
aono |
papitu |
uvalu |
sasio |
sampulu |
Sabu- NTT |
ahhi |
dhue |
tellu |
eppa |
lemmi |
enna |
pidu |
aru |
heo |
henguru |
Kei- Maluku |
sa |
ru |
tel |
vak |
lim |
nen |
fit |
waw |
siw |
vut |
|
Bahasa |
Jumlah Penutur |
|
Sebagai Bahasa Ibu |
Sebagai Bahasa Resmi |
Bahasa Jawa |
76.000.000 |
|
Bahasa Sunda |
42.000.000 |
|
Bahasa Melayu |
19.000.000* |
|
Bahasa Indonesia |
25.000.000* |
220.000.000 |
Bahasa Tagalog |
24.000.000 |
70.000.000 |
Bahasa Cebu |
15.000.000 |
30.000.000 |
Bahasa Malagasy |
17.000.000 |
|
Bahasa Batak |
14.000.000 |
|
Bahasa Madura |
14.000.000 |
|
Bahasa Ilokano |
8.000.000 |
10.000.000 |
Bahasa Minangkabau |
7.000.000 |
|
Bahasa Hiligaynon |
7.000.000 |
11.000.000 |
Bahasa Bikol |
4.600.000 |
|
Bahasa Banjar |
4.500.000 |
|
Bahasa Bali |
4.000.000 |
|
Bahasa Bugis |
4.000.000 |
|
Bahasa Tetum |
800.000 |
|
Bahasa Samoa |
370.000 |
|
Bahasa Fiji |
350.000 |
550.000 |
Bahasa Tahiti |
120.000 |
|
Bahasa Tonga |
108.000 |
|
Bahasa Māori |
100.000 |
|
Bahasa Kiribati |
100.000 |
|
Bahasa Chamorro |
60.000 |
|
Bahasa M̧ajeļ |
44.000 |
|
Bahasa Nauru |
6.000 |
|
Bahasa Hawai'i |
1.000 |
8.000 |
* Statistik untuk kedua bahasa diperdebatkan.
Status resmi
Bahasa Austronesia terpenting ditilik dari status resminya ialah
bahasa Melayu, yang menjadi
bahasa resmi di
Indonesia (sebagai
bahasa Indonesia),
Malaysia, dan
Brunei. Bahasa Indonesia juga berstatus
bahasa kerja di
Timor Leste m.
Bahasa Filipina (Filipino), yang merupakan bentuk baku dari
bahasa Tagalog, adalah bahasa resmi
Filipina. Di Timor Leste,
bahasa Tetum, yang juga termasuk sebuah bahasa Austronesia, menjadi bahasa resmi di samping
bahasa Portugis. Di
Madagaskar,
bahasa Malagasi adalah bahasa resmi. Di Aotearoa (
Selandia Baru),
bahasa Maori juga memiliki status bahasa resmi di samping
bahasa Inggris.
Catatan kaki
- ^ a b von Humboldt, Wilhelm; Johann Karl Eduard Buschmann (2010). Über
Die Kawi-Sprache Auf Der Insel Jav: Bd. Über Die Kawi-Sprache. Über Den
Malayischen Sprachstamm. Beilage Zur Einleitung Des Ersten Bandes. Nabu Press. p. 604. ISBN 1-143-43662-8 ISBN 978-1-143-43662-8.
- ^ Vajracharya S. [http://www.wako.ac.jp/souken/touzai_b04/tzb0407.html Malay Minority of Sri Lanka: Defending Their Identity]
- ^ Blust,
R. (1999). "Subgrouping, circularity and extinction: some issues in
Austronesian comparative linguistics" in E. Zeitoun & P.J.K Li (Ed.)
'Selected papers from the Eighth International Conference on
Austronesian Linguistics' (pp. 31-94). Taipei: Academia Sinica.
- ^ Peter Bellwood, Prehistory of the Indo-Malaysian archipelago, Honolulu, University of Hawai'i Press, 1997
- ^ Diamond, Jared M (2000). Taiwan's gift to the world. (PDF). Nature 403:709-710.
- ^ Blust,
R. (1999). "Subgrouping, circularity and extinction: some issues in
Austronesian comparative linguistics" in E. Zeitoun & P.J.K Li (Ed.)
'Selected papers from the Eighth International Conference on
Austronesian Linguistics' (pp. 31-94). Taipei: Academia Sinica.
- ^ Thurgood,
Graham (1999). From Ancient Cham to Modern Dialects. Two Thousand Years
of Language Contact and Change. Oceanic Linguistics Special
Publications No. 28. Honolulu: University of Hawai'i Press.
- ^ Ross,
John (2002). "Final words: research themes in the history and typology
of western Austronesian languages" in Wouk, Fay & Malcolm Ross
(Eds.) The history and typology of Western Austronesian voice systems
(pp. 451-474). Canberra: Pacific Linguistics
Daftar pustaka
- Bellwood, Peter, 1979, Man’s Conquest of the Pacific. The Prehistory of Southeast Asia and Oceania, New York: Oxford University Press.
- Bellwood, Peter, 1985, Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago, Orlando, Florida: Academic Press.
- Bellwood, Peter, 1987, The Polynesians: Prehistory of an Island People, New York: Oxford University Press.
- P. Benedict, 1975, Austro-Thai Language and Culture. With a Glossary of Roots, New Haven: HRAF Press.
- O.C. Dahl, 1951, Malgache et Maanjan., Oslo: Egede Instituttet.
- Dempwolff, Otto, 1956, Perbendaharaan Kata-kata dalam Berbagai Bahasa Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.
- Diamond, Jared, 1997, Guns, Germs and Steel, W.W. Norton & Company.
- Isidore Dyen, 1956, “Language Distribution and Migration Theory”, di Language, 32: 611-626.
- Fox, James J., 1995, Austronesian societies and their transformations, Canberra: Department of Anthropology, Research School of Pacific and Asian Studies, The Australian National University.
- Kern, Hendrik, 1956, Pertukaran Bunyi dalam Bahasa-bahasa Melayu-Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.
- Hendrik Kern, 1957, Berbagai-bagai Keterangan berdasarkan Ilmu Bahasa dipakai untuk Menetapkan Negeri Asal Bahasa-Bahasa Melayu-Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.
- Wolff, John U., "Comparative Austronesian Dictionary. An Introduction to Austronesian Studies", Language, vol. 73, no. 1, pp. 145-56, Mar 1997, ISSN-0097-8507
Pranala luar