Situs Tugu Gede Cengkuk
Subject: Perjalanan ke Ciptagelar & Cengkuk-
Haturan kang CA, kang Danny, kang Pon, kang Anto, dan sahabat semua,
- Pada hari Jum’at-Ahad, 12-14 Oktober 2012, kami melakukan perjalanan ke masyarakat adat Sinarresmi dan Ciptagelar; dan Situs purbakala Tugu Gede, Cengkuk, Cikakak, Kabupaten Sukabumi. Banyak yang kami dapatkan dari perjalanan tsb dan menjadi semacam charger yang hebat bagi kami untuk tetap bersemangat memperjuangkan Indonesia yang lebih baik. Kedua perjalanan dalam satu paket tsb bagi kami sangatlah impresif, dan berikut laporan singkatnya:
1) Perjalanan ke Kampung Adat Sinarresmi dan Ciptagelar
Perjalanan (lalampahan) ka
Ciptagelar sangat berkesan. Perjalanan tsb memang agak dipaksakan, dalam
arti saya khususnya, sedang berada dalam bulan2 yang sangat sibuk
dengan tugas2 kantor. Namun, saya sudah bertekad untuk menjadikan
tawaran (ajakan) dari Miftah beberapa minggu sebelumnya sebagai
kesempatan berharga untuk dapat berkunjung ke Sinarresmi dan Ciptagelar,
melengkapi pengalaman saya berkunjung ke Kanekes (Baduy dalam) kl 15
tahun yl (tuh pan bedana oge tos 15 taun :)). Miftah adalah
seorang anak muda, guru geografi di sebuah SMA di kawasan Bumi
Parahiyangan sekaligus penggiat geowisata dari “Geotourism Community”.
Oleh-oleh perjalanan lumayan banyak.
Mudah-mudahan sy dapat menuliskannya walau hanya berupa status di FB
atau celetukan komentar terhadap status dari peserta yang kemarin ikut
dalam rombongan perjalanan, yaitu: Kuke, Martha, Miftah, plus 7 urang
siswa SMA, muridna Miftah. Namun, secara umum, pengalaman ke Sinarresmi
dan Ciptagelar itu lebih bernuansa perjalanan budaya, khususnya budaya
masyarakat adat di Banten pakidulan. Selain itu, minat saya juga
terhadap jenis padi-padian (lebih dari 100 jenis) dan juga kayu-kayuan
disana yang jumlahnya – menurut sesepuh adat di Sinarresmi – mencapai
ratusan (untuk padi-padian sudah dicatat Miftah, yg belum dilakukan
adalah mengambil foto dari setiap jenis padi-padian tsb, ini tentu perlu
waktu lama).
Di Sinarresmi dan Ciptagelar, nilai-nilai
yang paling utama adalah kerukunan hidup, bermitra dengan alam dan
sistem leuit sebagai sarana ketahanan pangan, dasar-dasar kebersamaan
mereka dan penghormatan terhadap padi (Dewi Sri). Status saya di FB
tentang padi dan leuit di Ciptagelar dapat dilihat disini:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151191373178291&set=a.449672263290.229744.627503290&type=1&theaterhttps://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151193303603291&set=a.10150747268818291.428779.627503290&type=1&theater
(mohon untuk teman-teman yang sebelumnya sudah melihat status tsb).
Dari respon mitra yang begitu banyak
terhadap status tsb, ternyata sistem penghormatan terhadap padi dan
leuit yang kita dapatkan dari Ciptagelar menarik perhatian dan masih
diminati anak muda. Kang Pon bahkan setengah “menantang” untuk
menghidupkan kembali nilai-nilai tsb, tentu saja dengan revitalisasi dan
konsep yang disesuaikan dengan kondisi kita yang hidup di perkotaan.
2. Perjalanan ke Situs Tugu Gede, Cengkuk
Selain ke Sinarresmi dan Ciptagelar,
sebetulnya kemarin kami bertiga (saya, Kuke dan Martha) juga
menyempatkan diri melihat Situs Tugu Gede Cengkuk (nama singkatnya:
Situs Cengkuk); sementara Miftah dan muridnya menghabiskan waktu di
pantai. Perjalanan ini pun tak kalah menariknya dan penting untuk
dilakukan perjalanan/survei lanjutan, terutama untuk meneliti apa makna
situs tsb, dan bagaimana hubungannya dengan tinggalan dan penemuan yang
ada saat ini seperti Gn Padang, dll.
Lokasi situs Cengkuk terletak di sebuah
lembah di kaki bukit (namanya juga menunjukkan morfologi ini: “cengkuk”)
menghadap Gunung Halimun di sebelah utaranya, di Kp Cengkuk, Desa
Margalaksana, Kec. Cikakak, Kab. Sukabumi. Ini sebuah lokasi yang sangat
menarik pula. Mengapa tidak berlokasi di puncak bukit seperti Gn
Padang? Mengapa lokasinya di lembah (walau pun tetap di ketinggian)?
Mengapa pula arah yang dipilih persis di hadapan Gn Halimun?
Akses ke lokasi cukupan (tidak buruk,
tapi dibilang bagus juga tidak) , dapat dilalui mobil (roda empat) –
apalagi motor – hingga ke tempat parkir yang sempit (hanya masuk 2 mobil
kecil) kl 300 meter sebelum situs. Jarak dari jalan raya
Palabuhanratu-Cisolok ke lokasi parkir tsb sekitar 13 km. Arah jalan
menuju lokasi: belok kanan dari Jl Palabuhanratu-Cisolok di Sakawayan,
tak jauh setelah lewat Samudera Beach hotel, yaitu ke arah kantor
kecamatan Cikakak berlanjut terus hingga kampung Cengkuk. Jalan mendaki
melalui perbukitan tempat kami menikmati suguhan pemandangan yang luar
biasa indahnya.
Sebenarnya, apa yang kami lihat di Situs
Tugu Gede Cengkuk sama dengan yang diberitakan situs-situs/web tentang
Cengkuk. Misalnya: batu tugu atau menhir, batu pamandian, batu kursi,
batu dakon, batu yang menyerupai meja makan, batu ranjang, dll,
sebagaimana dapat disimak di:
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=281&lang=idhttp://www.panoramio.com/photo/60022158
http://iyankusmayadi.multiply.com/video/item/14?&show_interstitial=1&u=%2Fvideo%2Fitem
(jika diperlukan Insya Alloh saya kirimkan foto2 saya sendiri disana)
Namun, ada pengalaman yang menarik, yaitu suasana yang pikabetaheun disana;
hujan selintas seakan membilas area situs ketika kami baru saja tiba di
lokasi, dan harum bunga Ki Beubeunteuran (?). Selain bunga dan buah
pohon Ki Beubeunteuran, kami juga mengenal pohon (dengan buah/bunganya):
Kalayar, Gadog, Sempur, dan lainnya.
Pengalaman lain di Cengkuk yang sangat
menarik: berkesempatan melihat arca asli semacam arca Dewi Sri. Arca ini
– perkiraan saya sj – pantasnya disebut demikian
. Tapi saya yakin ini arca berjenis kelamin perempuan, ukuran kl 50 cm.
Replika arca tsb terlampir (foto aslinya pun ada, Insya Alloh sudah
salse dikintunkeun). Berapa umur arca tsb dan bagaimana hubungan arca
dengan situs, hingga saat ini sy belum memperoleh keterangan.
Sampai disini dulu ya, Insya Alloh kedepan kita sambung lg.Salam,
Oman A.
Situs temuan baru di Kab. Sukabumi dengan peninggalan dari berbagai zaman
Peta lokasi:
Cengkuk, Situs Terbesar di Indonesia
Temuan benda-benda peninggalan zaman
megalitik dan peralatan yang diperkirakan buatan Dinasti Sung dan Ming (
Cina ) di situs Gunung Gede Cengkuk, Kampung Cengkuk, Desa
Margalaksana, Kec. Cikakak, Kabupaten Sukabumi, terus berlanjut hingga
saat ini. Namun temuan Situs Gunung Gede Cengkuk itu memerlukan
penelitian budaya lebih komperhensif dengan evakuasi lahan yang luas.
‘ Upaya penelitian budaya dan perluasan
ekskavasi akan terus ditindklanjuti untuk lebih jauh mengenai
nilai-nilai budaya maupun asal-usul benda-benda. Karena temuan ini
sedikitnya akan membuka tabir sejarah kerajaan Pajajaran di Jawa Barat, ‘
Kata Kepla Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, Budhyana, Senin
(19/12).Selama ini, ekskavasi yang dilakukan baru terbatas bagian
permukaan dan arealnya terbagi dalam beberapa bagian. Benda yang
ditemukan baru beberapa dari batu-batuan yang diperkirakan berasal dari
zaman megalitik.Terhadap temuan tersebut menurut Budhyana, pihaknya
berencana menganggarkan dana pada tahun 2006 untuk ekskavasi lanjutan. ‘
Diharapkan dengan anggaran yang tersedia dapat memenuhi dan menata
kawasan Situs Cengkuk, terutama pengamanan benda-benda yang sangat kamai
khawatirkan akan raib dicuri ‘
Dewa Siwa
Sementara itu, berdasarkan hasil
ekskavasi yang dilakukan akhir November hingga pertengahan Desember
lalu, ditemukan Arca Dewa Shiwa, yang merupakan bagian dari temuan arca
hasil ekskavasi tahun 1992. Temuan berlanjut dengan ditemukannya punden
berundak terdiri dari tiga teras, gerabah dan keramik.
Berdasarkan hasil penelitian sementara,
Arca Dewa Shiwa dan punden berundak merupakan peninggalan abad ke – 15
masa kerajaan Padjajaran. Sedangkan gerabah dan keramik diperkirakan
berasal dari zaman Dinasti Sung dan Ming dari abad 12-15 Masehi.
Kepala Balai Kepurbakalaan dan Nilai
Sejarah Tradisional Disbudpar Jabar, Drs. Prama Putra,M.M. mengatakan,
temuan berupa arca, gerabah dan keramik awal Desember hingga pertengahan
ini merupakan hasil ekskavasi tahap dua yang dilakukan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan, serta Seksi Musieum dan Benda Kepurbakalaan Kab.
Sukabumi. Sementara temuan sebelumnya(tahap pertama) merupakan hasil
ekskavasi Balai Arkeologi Bandung (Balar) yang dipimpin Drs.
Lutfi,M.Hum., difasilitasi Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan
Nilai Tradisional Disbudpar Jabar
Hingga saat ini, temuan hasil ekskavasi menyebar di areal seluas 4
hektare di Kamp. Cengkuk. ‘Namun, berdasarkan perkiraan luas lebih dari 4
hektare,’ ujarnya.
Situs cengkuk merupakan situs terbesar di
Indonesia dan pertama kali ditemukan warga negara Belanda pada tahun
1883. Kemudian, dari tempat tidak jauh dari kawasan temuan pertama,
tahun 1992, ditemukan sebuah patung. Temuan tersebut terus berlanjut
pada Oktober 2005, yakni sebuah arca.
Sampai saat ini benda-benda yang
ditemukan di situs Tugu Gede, Cengkuk, berupa Patung Dewa Shiwa
berukuran 30 cm gerbah, dolmen, menhir berukuran 4 meter, yang diduga
dijadikan tempat pemujaan. Candi perunggu berukuran mini, batu segi
empat yang dijadikan tempat permanndian serta dakon, dan batu berlubang
yang diperkirakan dijadikan penumbukan padi. Selain itu, ditemukan
gambar lokasi peribadatan yang tertuang dalam batu besar.
Benda-benda peninggalan megalitik
tersebut diperkirakan berusia ratusan ribu tahun, sebelum prasejarah.
Batu dolmen diperkirakan digunakan untuk tempat penguburan, sementara
batu besar yang berisi 10 lubang diperkirakan digunakan untuk tempat
penguburan, sementara batu besar yang berisi 10 lubang diperkirakan
dijadikan untuk menumbuk padi. (A-87)*** sumber Pikiran Rakyat tanggal
20 Desember 2005
posting by dedisuhendra http://www.facebook.com/media/set/?set=a.1134692326649.2022597.1207536018&type=1
0 komentar:
Posting Komentar