Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau
Jawa, Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga
sekitar Brebes (mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat atau
Provinsi Pasundan, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa
Tengah.
Etimologi
Kata Sunda bisa mengandung berbagai arti yang secara umum berkaitan
dengan etnis/suku bangsa Sunda di bagian barat Nusantara. Catatan
sejarah tertua yang sudah ditemukan mengandung kata “Sunda” adalah
prasasti Kebonkopi yang dibuat tahun 458 Saka (536 M, namun ada pula
yang berpendapat bahwa prasasti ini dibuat tahun 854 Saka, 932 M) yang
menunjuk pada kerajaan Sunda.
Kata ini kemungkinan berasal dari bahasa Sansekerta yang bisa berarti
‘cahaya’ atau ‘air’. Dalam naskah historis lainnya menyebutkan Sunda
merujuk pada ibukota Kerajaan Tarumanagara yang bernama Sundapura.
Sehingga masyarakat yang menghuni wilayah tersebut dikenal sebagai orang
Sunda yang disebut hingga kini. Kerajaan Tarumanagara merupakan salah
satu kerajaan tertua di Nusantara yang terbukti dengan bukti prasasti
dan berita naskah kuno di negeri Tiongkok. Letak tepat kota Sundapura
masih menjadi penelitian para ahli, apakah di Jakarta, Bekasi atau
Karawang sekarang. Hanya di Karawang terdapat situs percandian Batujaya
seluas 5 km persegi yang menunjukkan tumbuh kembangnya kebudayaan sejak
abad 2 Masehi hingga abad 12 Masehi.
Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh suku ini adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda
dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan
penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan
sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten
khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah
Jawa Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan
urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang), dan melebar
hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di wilayah Brebes, Jawa Tengah.
Dialek bahasa Sunda
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek
Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur
bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang
berbeda. Dialek-dialek ini adalah:
* Dialek Barat
* Dialek Utara
* Dialek Selatan
* Dialek Tengah Timur
* Dialek Timur Laut
* Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan. Dialek Utara
mencakup daerah Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian
Pantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota
Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek
di sekitar Majalengka. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar
Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes, Jawa
Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis.
Sejarah dan penyebaran
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di
daerah yang dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga
dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes
dan Cilacap. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan
nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu,
dan sebagainya. Ironisnya, nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini
merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama
Jawa yang “disundakan”, sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali
ditulis sebagai “Clacap”.
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar abad
ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa
Tengah, berdasarkan nama “Dieng” yang dianggap sebagai nama Sunda (asal
kata dihyang yang merupakan kata bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi
warga suku Sunda, penutur bahasa ini kian menyebar. Misalnya, di
Lampung, di Jambi, Riau dan Kalimantan Selatan banyak sekali, warga
Sunda menetap di daerah baru tersebut.
Fonologi
Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan Abjad Latin dan sangat fonetis.
Ada lima suara vokal murni (a, é, i, o, u), dua vokal netral, (e (pepet)
dan eu (ɤ), dan tidak ada diftong. Fonem konsonannya ditulis dengan
huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah
menjadi konsonan utama: f -> p, v -> p, sy -> s, sh -> s, z
-> j, and kh -> h.
Undak-usuk
Karena pengaruh budaya Jawa pada masa kekuasaan kerajaan
Mataram-Islam, bahasa Sunda – terutama di wilayah Parahyangan – mengenal
undak-usuk atau tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa
loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah
pedesaan/pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda loma (bagi
orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan.
Tradisi tulisan
Bahasa Sunda memiliki catatan tulisan sejak milenium kedua, dan
merupakan bahasa Austronesia ketiga yang memiliki catatan tulisan
tertua, setelah bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Tulisan pada masa awal
menggunakan aksara Pallawa. Pada periode Pajajaran, aksara yang
digunakan adalah aksara Sunda Kaganga. Setelah masuknya pengaruh
Kesultanan Mataram pada abad ke-16, aksara hanacaraka (cacarakan)
diperkenalkan dan terus dipakai dan diajarkan di sekolah-sekolah sampai
abad ke-20. Tulisan dengan huruf latin diperkenalkan pada awal abad
ke-20 dan sekarang mendominasi sastra tulisan berbahasa Sunda.
0 komentar:
Posting Komentar