Sukabumi, Kota Angkot Warna-Warni
Awalnya datang ke Sukabumi berniat untuk jalan-jalan sehari saja bersama Penguins untuk nantinya lanjut ke Pelabuhan Ratu, menghabiskan libur Natal. Apadaya cuaca nampaknya sedang tidak bersahabat untuk wisata ke daerah pantai. Jadilah tiga hari dua malam dihabiskan di Sukabumi.
Saya sendiri baru pertama kali datang ke Sukabumi, berbeda dengan Rico yang dulu sempat beberapa waktu tinggal di sana waktu Ayahnya ditugaskan kerja di Sukabumi. Menurut saya pribadi sih, di Sukabumi tidak banyak yang bisa dilihat. Lebih banyak yang bisa dimakan. Hahaha. Salah satu tujuan wisata terkenal di Sukabumi adalah Pondok Halimun. Sayangnya untuk mencapai Pondok Halimun harus carter angkot dan jalan kaki cukup jauh. Belum lagi kalau mau melihat curug alias air terjun di sana, harus mendaki agak jauh. Jadilah kami hanya mampir ke Selabintana, yang masih bisa dijangkau angkot dan tidak perlu berjalan kaki jauh.
Di taman Selabintana ini selain udaranya yang segar karena di daerah yang cukup tinggi, hutannya yang penuh dengan pohon juga merupakan perubahan menyenangkan dari kondisi sehari-hari yang biasanya duduk di depan komputer melihat layar. Harga masuknya cukup murah, satu orang lima ribu rupiah saja. Di dalam taman ada tempat terbuka dimana pengunjung bisa menyewa tikar untuk sekedar duduk –duduk. Ada juga hotel untuk menginap dan water boom kecil-kecilan alias kolam renang.
Selama di taman, kami bertiga hanya berjalan-jalan menikmati udara sambil jajan like a boss. Tiap ada tukang jualan, pasti dibeli. Mulai dari jagung rebus, balon tiup, sampai cilok. Maklum, harganya murah sih, rata-rata jajanan berkisar tiga ribuan. Kalau di Jakarta, tiga ribu bisa dapat apa ya? Ongkos naik metromini? :D
Karena di Sukabumi lebih banyak wisata kuliner, bahas makanannya saja ya?
Berdasarkan saran dari komandan a.k.a babehnya Rico, kalau sampai di Sukabumi harus mencoba bubur Bunut. Bunut sendiri sebenarnya nama area di Sukabumi. Sedangkan bubur Bunut menurut Rico adalah bubur biasa dengan jeroan di atasnya dan dimakan dengan risol. Menurut saya sih rasanya biasa aja, masih lebih enak bubur Barito. Tapi kalau gak dicoba mana bisa tahu, rasa makanan kan tergantung selera? ;)
Setelah bubur Bunut, Rico kemudian ngidam makan tutut alias keong sawah. Saya yang baru pertama kali makan keong sawah agak terkejut sama porsinya yang lumayan banyak. Baunya memang rada gak enak sih, tapi rasanya enak banget kok. Harganya sih menurut Rico murah, hanya delapan ribu rupiah untuk semangkok penuh tutut. Stand tempat kami membeli tutut sebenarnya menjual tutut dengan berbagai rasa, hanya saja kami datang saat tempat jualan menjelang tutup jadi hanya tersisa tutut dengan rasa original. Padahal cukup penasaran kira-kira spaghetti tutut dan steak tutut kira-kira rasanya seperti apa ya?
Sebelum makan tutut, kami sempat mampir untuk mencoba tutug oncom. Semacam nasi dicampur oncom dengan rasa pedas disajikan dengan ayam goreng. Rasanya? Lagi-lagi biasa saja. Menurut Rico, ada tempat yang menjual tutug oncom yang lebih enak di Tasikmalaya. Noted.
Sepiring bertiga, nyiapin perut untuk Tutut
Kemudian mencoba bandros ATA yang terkenal itu. Ya ampun antriannya.
Padahal tempatnya semacam angkringan di pinggir jalan dan baru buka
setengah sepuluh malam. Kami sampai di sana setengah sepuluh lewat
sedikit dan harus menunggu hampir satu jam untuk mendapatkan satu papan
bandros. Bagi yang belum tahu, bandros hampir mirip kue pancong, bedanya
bandros dibuat dari tepung terigu dengan potongan kelapa. Di ATA,
bandros yang tersedia selain original, nampaknya ada rasa cokelat. Tidak
sempat mencoba karena sudah terlalu malam dan masuk angin duduk di
pinggir jalan berjam-jam. Maklum sudah bukan umurnya mejeng di luar
terlalu lama :pKatanya, di Sukabumi oleh-oleh mochi sangat terkenal. Langsung deh naik angkot mampir ke pusat mochi di jalan Kaswari. Di jalan Kaswari ini banyak toko yang menjual mochi, tapi yang paling terkenal adalah mochi lampion yang tokonya hanya ada di gang Kaswari dan tidak punya cabang sama sekali. Rasa mochi yang dijual beragam, dari mochi wijen, keju, sampai yang paling terkenal dan enak yaitu mochi duren. Harganya lumayan mahal sih, tapi untuk makanan kadang ada harga ada barang, jadi wajar sih kalau mochi lampion ini harganya sekitar enam ribu untuk satu kotak bambu kecil dan dua puluh lima ribuan untuk kotak besar berisi 15 mochi ukuran sedang.
Kejadian unik pas belanja mochi, saat lagi mencoba tester mochi berbagai rasa mendadak ada rombongan ibu-ibu entah darimana yang memenuhi toko. Alhasil kami duduk menunggu badai ibu-ibu reda. Saat para ibu-ibu berebutan beli mochi, saya dan Rico memergoki para ibu yang kalau kata komandan: Darmaji, dahar lima ngaku hiji (makan lima ngakunya satu). Hahaha. Iya, para ibu-ibu itu meraup mochi tester segenggam untuk kemudian diberikan kepada anak-anaknya. Mungkin gak mau melewatkan mochi gratis? :p
Ada beberapa lagi spot wisata kuliner, yang sayangnya tidak sempat didatangi karena keterbatasan waktu. Lain kali deh, kalau ada kesempatan ke Sukabumi lagi.
Banyak sih kejadian kocak waktu di Sukabumi. Misalnya naik turun angkot yang ternyata lewat di tempat yang sama. Kemudian nyasar entah di mana dan naik angkot untuk mendapati ternyata kami hanya 50meter dari hotel. Main timezone sampai dapat banyak tiket dan tukar dengan boneka kangguru yang kami namai Kang Martadinata, terinspirasi dari panggilan Kang khas Sukabumi dan jalan R.E. Martadinata tempat kami menginap.
Highlight perjalanan singkat kali ini? Kereta Bogor-Sukabumi yang baru beroperasi sejak November 2013 dan kami naiki untuk pulang pergi Bogor-Sukabumi ternyata nyaman banget. Ada colokannya pula. Tiketnya juga murah, eksekutif hanya 35 ribu dan ekonomi 15 ribu. (Gak nyambung ya? hahaha) Highlightnya….kalau mau short escape, Sukabumi bisa jadi pilihan untuk sekedar istirahat dan wisata kuliner. Asal jangan pergi lama-lama, bosen deh pasti. Plus, kalau pergi di musim hujan, sedia payung dan bawa jaket ya. Udaranya lumayan dingin soalnya :)
0 komentar:
Posting Komentar