Kamis, 18 November 2010
SERENTAUN, CIGUGUR, KUNINGAN
Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda, seperti Desa Kenekes Baduy, Desa Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Kampung Naga, dan Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan
masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan
mancanegara.
Upacara Seren Taun Cigugur | | | |
Upacara
seren taun adalah ungkapan syukur dan do’a masyarakat sunda atas suka
duka yang mereka alami terutama di bidang pertanian selama setahun yang
telah berlalu dan tahun yang akan datang. Seren taun dilaksanakan setiap
tanggal 22 Bulan Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan
kalender sunda. Selain ritual-ritual yang bersifat sakral, digelar juga
kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan hubungan
antara manusia dengan tuhan, dan juga dengan sesama mahluk atau alam
baik lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya.
Upacara Seren Taun diawali dengan upacara ngajayak ( Menjemput Padi ), pada tanggal 18 Rayagung yang dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi dan sebagai puncak acaranya pada tanggal 22 Rayagung. Ngajayak dalam bahasa sunda berarti menerima dan menyambut, sedangkan bilangan 18 yang dalam bahasa sunda diucapkan “dalapan welas” berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah menganugerahkan segala kehidupan bagi umat-Nya di segenap penjuru bumi.
Puncak acara Seren Taun berupa penumbukan padi pada tanggal 22 Rayagung juga memiliki makna tersendiri. Bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia.
Baik laki-aki ataupun perempuan memiliki 20 sifat wujud manusia, adalah : 1. getih atau darah, 2. daging, 3. bulu, 4. kuku, 5. rambut, 6. kulit, 7. urat, 8. polo atau otak, 9. bayah atau paru, 10. ari atau hati, 11. kalilipa atau limpa, 12. mamaras atau maras, 13. hamperu ataun empedu, 14. tulang, 15. sumsum, 16. lamad atau lemak, 17. gegembung atau lambung. 18. peujit atau usus. 19. ginjal dan 20. jantung.
Ke 20 sifat diatas menyatukan organ dan sel tubuh dengan fungsi yang beraneka ragam, atau dengan kata lain tubuh atau jasmani dipandang sebagai suatu struktur hidup yang memiliki proses seperti hukum adikodrati. Hukum adikodrati ini kemudian menjelma menjadi jirim ( raga ), jisim ( nurani ) dan pengakuan ( aku ). Sedangkan bilangan 2 mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebaginya.
Dalam upacara seren taun yang menjadi objek utama adalah PADI. Padi dianggap sebagai lambang kemakmuran karena daerah Cigugur khususnya dan daerah sunda lain pada umumnya merupakan daerah pertanian yang berbagai kisah klasik satra sunda, seperti kisah Pwah Aci Sahyang Asri yang memberikan kesuburan bagi petani sebagai utusan dari Jabaning Langit yang turun ke bumi. Dalam upacara seren taun inilah dituturkan kembali kisah-kisah klasik pantun sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri. Selain itu, padi merupakan sumber bahan makanan utama yang memiliki pengaruh langsung pada ke-20 sifat wujud manusia diatas.
Dalam kesempatan Upacara Seren Taun kali ini menampilkan, Damar Sewu merupakan sebuah helaran budaya yang mengawali rangkaian upacara adat seren taun Cigugur. Merupakan gambaran manusia dalam menjalani proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial. Tari Buyung yang merupakan tarian adat sunda yang mencerminkan masyrakat sunda dalam mengambil air, Pesta Dadung merupakan upacara sakral masyarakat dilaksanakan di Mayasih yang merupakan upaya meruwat dan menjaga keseimbangan antara positif dan negatif di alam, jadi pesta dadung merupakan upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak menggangu kehidupan manusia.
Ngamemerokeun merupakan upacara sakral didalam tradisi Sunda Wiwitan yang masih dilaksanakan di daerah Kanekes ( Baduy ). Upacara ini berintikan “ mempertemukan dan mengawinkan “ benih padi jantan dan betina. Selanjutnya Tarawangsa yakni seni yang berasal dari mataram kira-kira abad ke XV, seni Tarawangsa disebut juga seni jentreng, menginduk kepada suara kecapi, juga ada yang menamai seni ngekngek, menginduk kepada suara tarawangsa. Mula-mula yang dipentaskan hanya tabuhan kecapi dan tarawangsa saja, tapi disertai penari, agar lebih menarik akhirnya Tarawangsa dilengkapi dengan tarian-tarian sederhana yang disebut tari Badaya.
Pwah Aci atau yang lebih dikenal dengan Dewi Sri merupakan tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris khususnya tatar sunda. Tari Pwah Aci merupakan salah satu seni tari spiritual yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi.
Seribu Kentongan merupakan acara penutup rangkaian acara di bukit Situ Hyang. lebih dari 1000 orang terdiri dari masyarakat dan anak-anak sekolah serta seluruh peserta pendukung rangkaian acara seren taun menuju Paseban Tri Panca Tunggal ditutup dengan 10 orang rampak kendang. Dimulai dengan pukulan induk oleh Ketua Adat kemudian diikuti oleh ribuan peserta. Ini memiliki makna bahwa kentongan awi ( Bambu ) memiliki arti kita harus senantiasa ingat dan eling pada asal wiwitan atau hukum adikodrati yang menentukan nilai kemanusian dan kebangsaan.
Dilihat dari sisi budaya, upacara adat seren taun yang sudah berjalan tahunan di Kabupaten Kuningan ini, tentunya merupakan hal yang dapat dibanggakan oleh masyarakat karena setiap helatan Seren Taun ini dilaksanakan, dapat mendatangkan ribuan pendatang wisatawan domestik maupun mancanegara. Hanya saja dilihat dari sisi ekonomis belum dapat memberikan efek ekonomi kepada masyarakat sekitar.
Sehingga merupakan tugas kita semua, dalam setiap helaran yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini dapat memberikan nilai ekonomi yang fositif kepada masyarakat sekitar. Seperti contoh masyarakat sekitar dapat membuat cendra mata khas Cigugur dan barang-barang yang mempunyai nilai khas sehingga para pendatang mempunyai kenangan tersendiri terhadap upacara seren taun ini dengan membeli barang tersebut.
Semoga di tahun-tahun yang akan datang hal ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang peningkatan ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan dunia pariwisata masyarakat Kabupaten Kuningan. ( Bagian Humas Setda Kabupaten Kuningan).
Upacara Seren Taun diawali dengan upacara ngajayak ( Menjemput Padi ), pada tanggal 18 Rayagung yang dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi dan sebagai puncak acaranya pada tanggal 22 Rayagung. Ngajayak dalam bahasa sunda berarti menerima dan menyambut, sedangkan bilangan 18 yang dalam bahasa sunda diucapkan “dalapan welas” berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah menganugerahkan segala kehidupan bagi umat-Nya di segenap penjuru bumi.
Puncak acara Seren Taun berupa penumbukan padi pada tanggal 22 Rayagung juga memiliki makna tersendiri. Bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia.
Baik laki-aki ataupun perempuan memiliki 20 sifat wujud manusia, adalah : 1. getih atau darah, 2. daging, 3. bulu, 4. kuku, 5. rambut, 6. kulit, 7. urat, 8. polo atau otak, 9. bayah atau paru, 10. ari atau hati, 11. kalilipa atau limpa, 12. mamaras atau maras, 13. hamperu ataun empedu, 14. tulang, 15. sumsum, 16. lamad atau lemak, 17. gegembung atau lambung. 18. peujit atau usus. 19. ginjal dan 20. jantung.
Ke 20 sifat diatas menyatukan organ dan sel tubuh dengan fungsi yang beraneka ragam, atau dengan kata lain tubuh atau jasmani dipandang sebagai suatu struktur hidup yang memiliki proses seperti hukum adikodrati. Hukum adikodrati ini kemudian menjelma menjadi jirim ( raga ), jisim ( nurani ) dan pengakuan ( aku ). Sedangkan bilangan 2 mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebaginya.
Dalam upacara seren taun yang menjadi objek utama adalah PADI. Padi dianggap sebagai lambang kemakmuran karena daerah Cigugur khususnya dan daerah sunda lain pada umumnya merupakan daerah pertanian yang berbagai kisah klasik satra sunda, seperti kisah Pwah Aci Sahyang Asri yang memberikan kesuburan bagi petani sebagai utusan dari Jabaning Langit yang turun ke bumi. Dalam upacara seren taun inilah dituturkan kembali kisah-kisah klasik pantun sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri. Selain itu, padi merupakan sumber bahan makanan utama yang memiliki pengaruh langsung pada ke-20 sifat wujud manusia diatas.
Dalam kesempatan Upacara Seren Taun kali ini menampilkan, Damar Sewu merupakan sebuah helaran budaya yang mengawali rangkaian upacara adat seren taun Cigugur. Merupakan gambaran manusia dalam menjalani proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial. Tari Buyung yang merupakan tarian adat sunda yang mencerminkan masyrakat sunda dalam mengambil air, Pesta Dadung merupakan upacara sakral masyarakat dilaksanakan di Mayasih yang merupakan upaya meruwat dan menjaga keseimbangan antara positif dan negatif di alam, jadi pesta dadung merupakan upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak menggangu kehidupan manusia.
Ngamemerokeun merupakan upacara sakral didalam tradisi Sunda Wiwitan yang masih dilaksanakan di daerah Kanekes ( Baduy ). Upacara ini berintikan “ mempertemukan dan mengawinkan “ benih padi jantan dan betina. Selanjutnya Tarawangsa yakni seni yang berasal dari mataram kira-kira abad ke XV, seni Tarawangsa disebut juga seni jentreng, menginduk kepada suara kecapi, juga ada yang menamai seni ngekngek, menginduk kepada suara tarawangsa. Mula-mula yang dipentaskan hanya tabuhan kecapi dan tarawangsa saja, tapi disertai penari, agar lebih menarik akhirnya Tarawangsa dilengkapi dengan tarian-tarian sederhana yang disebut tari Badaya.
Pwah Aci atau yang lebih dikenal dengan Dewi Sri merupakan tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris khususnya tatar sunda. Tari Pwah Aci merupakan salah satu seni tari spiritual yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi.
Seribu Kentongan merupakan acara penutup rangkaian acara di bukit Situ Hyang. lebih dari 1000 orang terdiri dari masyarakat dan anak-anak sekolah serta seluruh peserta pendukung rangkaian acara seren taun menuju Paseban Tri Panca Tunggal ditutup dengan 10 orang rampak kendang. Dimulai dengan pukulan induk oleh Ketua Adat kemudian diikuti oleh ribuan peserta. Ini memiliki makna bahwa kentongan awi ( Bambu ) memiliki arti kita harus senantiasa ingat dan eling pada asal wiwitan atau hukum adikodrati yang menentukan nilai kemanusian dan kebangsaan.
Dilihat dari sisi budaya, upacara adat seren taun yang sudah berjalan tahunan di Kabupaten Kuningan ini, tentunya merupakan hal yang dapat dibanggakan oleh masyarakat karena setiap helatan Seren Taun ini dilaksanakan, dapat mendatangkan ribuan pendatang wisatawan domestik maupun mancanegara. Hanya saja dilihat dari sisi ekonomis belum dapat memberikan efek ekonomi kepada masyarakat sekitar.
Sehingga merupakan tugas kita semua, dalam setiap helaran yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini dapat memberikan nilai ekonomi yang fositif kepada masyarakat sekitar. Seperti contoh masyarakat sekitar dapat membuat cendra mata khas Cigugur dan barang-barang yang mempunyai nilai khas sehingga para pendatang mempunyai kenangan tersendiri terhadap upacara seren taun ini dengan membeli barang tersebut.
Semoga di tahun-tahun yang akan datang hal ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang peningkatan ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan dunia pariwisata masyarakat Kabupaten Kuningan. ( Bagian Humas Setda Kabupaten Kuningan).
Etimologi
Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun
yang berarti tahun. Jadi Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang
lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Dalam konteks
kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, seren taun merupakan wahana
untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian
yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka
akan meningkat pada tahun yang akan datang.
Lebih
spesifik lagi, upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi
berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan
ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda disebut leuit. [1] Ada dua leuit; yaitu lumbung utama yang bisa disebut leuit sijimat, leuit inten, atau leuit indung (lumbung utama); serta leuit pangiring atau leuit leutikLeuit indung
digunakan sebagai sebagai tempat menyimpan padi ibu yang ditutupi kain
putih dan pare bapak yang ditutupi kain hitam. Padi di kedua leuit
itu untuk dijadikan bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang.
Leuit pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di leuit indung. (lumbung kecil).
Sejarah
Menurut catatan sejarah dan tradisi lokal, perayaan Seren Taun sudah turun-temurun dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda purba seperti kerajaan Pajajaran. Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Sri,
dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuna. Kini upacara seren taun bukan
sekadar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia
senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala
menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan
perlindungan di musim tanam mendatang.
Di
Cigugur, upacara seren taun yang diselenggarakan tiap tanggal 22
Rayagung-bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda, sebagaimana
biasa, dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, kediaman
Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun 1840. Sebagaimana layaknya
sesembahan musim panen, ornamen gabah serta hasil bumi mendominasi
rangkaian acara.
Ritual Upacara
Rangkaian
ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu
desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi
hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan
dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare
(induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah
kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya.
Puncak acara seren taun biasanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayakbuyung, angklung baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur. (menyambut atau menjemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari
Rangkaian
acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui
pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh agama
yang ada di Indonesia.
Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu
penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk
kemudian ditumbuk bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya
terlibat dalam kegiatan ini, mengikuti jejak para pemimpin, tokoh
masyarakat, maupun rohaniwan yang terlebih dahulu dipersilakan menumbuk
padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari saung bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri (Pohaci Sanghyang Sri).
Dalam
upacara Seren Taun dilakukan berbagai keramaian dan pertunjukan
kesenian adat. Ritual seren taun itu sendiri mulai berlangsung sejak
tangal 18 Rayagung, dimulai dengan pembukaan pameran Dokumentasi Seni
dan Komoditi Adat Jabar. Setiap hari dipertunjukkan pencak silat,
nyiblung (musik air), kesenian dari Dayak Krimun, Indramayu, suling
rando, tarawelet, karinding, dan suling kumbang dari Baduy.
0 komentar:
Posting Komentar