Review Buku “Peradaban Atlantis Nusantara” di Good Reads
Peradaban Atlantis Nusantara
Review Buku: Peradaban Atlantis Nusantara
Penemuan spektakuler dua sarjana terkemuka dunia: Prof.Dr. Aryisio Nunes des Santos dan Prof.Dr.Stephen
Oppenheimer terhadap bukti-bukti faktual sejarah besar Nusantara kuno
tentu saja sudah kontroversial dan mengguncangkan kemapanan dominasi
paradigma ilmu pengetahuan Barat moderen saat ini. Melalui ketekunan dan
kegigihan penelitian mereka berdua –walau masing-masing menggunakan
pendekatan interdisipliner dan fokus penelitian yang berbeda– ditemukan
fakta bahwa tanah Nusantara adalah tanah kelahiran Induk Peradaban besar
dunia.
Santos dengan bukunya “Atlantis, The
Lost Continent Has Finaly Found, The Definitive Localization of Platos’s
Lost Civilization” yang dalam edisi terjemahan Indonesianya bertajuk:
“Indonesia Ternyata Tempat Lahir Peadaban Dunia”. Sedangkan Oppenheimer
dengan bukunya: “Eden in The East, Benua Tenggelam di Asia Tenggara”
dengan fokus utama pada hasil penelitian penelusuran jejak genetika umat
manusia, akhirnya menyimpulkan bahwa Indonesia atau tepatnya Nusantara
adalah lokasi Tanah Surga-nya Nabi Adam dan Siti Hawa, Bapak dan Ibu
Agung Umat manusia se-dunia, serta habitat tempat persemaian peradaban,
budaya dan ilmu pengetahuan awal umat manusia cerdas yang menjadi lahan
garapan para Nabi Allah SWT.
Namun demikian kedua hasil penelitian
para profesor tersebut terasa belum lengkap dan komprehensif karena
belum menyertakan sumber-sumber dan data mutakhir dari khazanah
pemikiran filsafat dan agama, khususnya sejarah filsafat Islam dan
pendekatan mistisisme atau ilmu Tasawuf (Irfan/islamic Mysticism)
sebagai sebuah disiplin ilmu dan kajian interdisipliner bidang kearifan
lokal dan sejarah Nusantara dari anak-anak warga pribumi Nusantara itu
sendiri. Nah, pada dimensi yang terakhir inilah buku karya Ahmad Y.
Samantho ini mengambil peran dan posisi strategisnya dalam wacana dan
upaya penelitian lanjutan terhadap “Misteri Sejarah Agung Peradaban Kuno
Nusantara”.
Lebih dari itu, dari kajian yang
dilakukan Samantho dalam buku ini, ditemukan warisan Peradabaan Agung
dan Luhur Nusantara yang sangat berharga dan bernilai tinggi, yaitu
kearifan filsafat dan kebijaksanaan abadi dan universal (Perennial
Wisdom) berupa “Kesadaran dan Ajaran Ketuhanan-Kemanusiaan” yang abadi,
lintas peradaban-budaya bangsa-bangsa, lintas zaman dan tradisi-tradisi
agama-agama.Inilah signiikansi pentingnya buku PERADABAN ATLANTIS
NUSANTARA, yang menyingkap Hikmah di balik dilema ANTARA MITOS DAN
REALITAS yang berada di alamnya.
Sekali lagi buku ini dengan jelas telah
mengupas secara kritis kelemahan dan kegalatan atau kerancuan serta
kegagalan dominasi paradigma sains (ilmu pengetahuan) Barat Modern yang
masih kental dengan Modernisme-nya yang sekular-materalistis dan
“bermata sebelah” dalam memandang dan mengungkap Realitas Mutlak
Ketuhanan dan manifestasi-Nya dalam Sejarah Induk Peradaban Umat Manusia.Buku
ini juga mengungkap kecenderungan kontroversial berbagai sarjana dan
pemikir dunia Barat yang kini telah berpaling dan berupaya menengok
kembali kepada Nilai-nilai dan Tradisi Luhur Ilmu Pengetahuan dan
Kearifan Timur sebagai suatu “Jalan Alternatif” dalam menyongsong “Fajar
Kebangkitan Spiritual Dunia Baru” di Milenium ketiga di Timur.
Hal ini diyakini sebagai solusi terbaik
untuk menanggulangi krisis multidimensional global umat manusia saat
ini, melalui jalan kembali ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan-Perwakilan, serta Keadilan Sosial,
berdasarkan kesadaran penuh dan kearifan “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrwa” (“Keaneka-ragaman dalam Kesatuan ‘sumber dan Tempat Kembali’, dan Tiada Kebenaran yang Mendua”).
Tentu saja apa yang dibahas dalam buku
ini masih harus ditindaklanjuti dengan berbagai penelitian
interdisipliner dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan metodologi,
karena masih banyak misteri yang belum terungkap dengan jelas. Salah
satunya, misalnya dengan diketemukannya beberapa bentang alam bukit atau
gunung berbentuk piramida di Nusantara, seperti bukit Lalakon,
Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, dan bukit Sadahurip, kabupaten
Garut, Jawa Barat, baru-baru ini. Juga berbagai penemuan situs-situs
bersejarah lainnya di berbagai penjuru Nusantara yang berusia ribuan
tahun seperti fosil hutan mangrove di kedalaman laut Jawa dan perairan
pantai selatan Kalimantan Selatan.
Sudah tentu, sejarah nasional Indonesia
harus ditulis dan disusun ulang kembali. Tulis ulang tersebut bukan
sekedar untuk penelitian dan pengembangan ilmu sejarah itu sendiri, tapi
demi kepentingan banyak aspek dan dimensi penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan alam maupun humaniora (ilmu-ilmu
kemanusiaan), dan lain-lain aspek peradaban bangsa.Lebih
dari itu, pengungkapan sejarah peradaban Nusantara kuno, yang menurut
beberapa peneliti terkait dengan fakta sejarah Atlantis-Lemuria atau
negeri Eden in The East (Surga di Timurl) jelas sangatlah penting dalam
membangun kembali “National Character Buiding”. Yaitu,
membangun kembali jati diri dan watak bangsa, kebanggaan dan harga diri
sebagai sebuah bangsa besar dengan peradaban unggul dan mulia, yang
menjadi contoh dan prototype bagi semua peradaban besar lainnya di
dunia.
Kesadaran dan kebanggaan baru ini bukanlah untuk menjadikan kita
sombong dan takabur, melainkan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa dengan cara giat dan tekun bekerja dan berbuat kebaikan bagi seluruh
alam semesta dan dunia. Bersyukur dengan giat dan tekun belajar dari
sejarah, agar dapat meneruskan semua kebaikan dan kemajuan leluhur
Nusantara, dan tidak lagi mengulangi berbagai kesalahan dan keburukan
mereka. Untuk kembali bersatu dengan alam, bersatu dengan penuh cinta
kasih dan tanggung jawab memelihara dan menjaga kelestariannya,
memanfaatkannya dengan penuh kearifan dan hikmah serta membagikannya
bagi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat dan bangsa dengan penuh
keadilan dan kemanusiaan. Terhindar dari keserakahan dan kerakusan
egois pribadi, keluarga dan kelompok sendiri yang dapat memecah belah
persatuan dan kesatuan bangsa dan NKRI karena itu akan merusak
sendi-sendi nilai keadilan, kemanusiaan dan ketuhanan.
Tentang buku ini, budayawan Indonesia terkemuka, Dr. Radhar Panca
Dahana berkomentar: “Bahwa negeri kepulauan ini memiliki kejayaan sejak
dulu, sebenarnya semakin terang dalam tahun-tahun belakangan ini. Bukan
hanya melulu karena imajinasi dan ilusi sebagian dari kita, tapi juga
karena fakta ilmiah yang berurutan membuktikannya. Sehingga kini
tiadalah alasan bagi siapa pun untuk tidak mempercayai kemampuan,
keberdayaan dan potensi luar biasa yang terpendam dalam diri kita,
sebagai manusia, juga sebagai bangsa. Terlalu banyak alasan untuk
meyakini: bahwa kita memiliki semua modal untuk menjadi besar. Buku
Ahmad Samantho (dan Oman Abdurahman) ini menelisik dengan rajin dari
mulai isyu, fakta, hingga opini tentang semua persoalan itu. Ia
menyiapkan banyak alasan bagi siapa pun manusia Indonesia untuk meyakini
dan mengembalikan kejayaan itu. Kecuali bagi mereka yang tidak
mempercayai diri sendiri, lebih mempercayai pihak lain, mendustai,
memanipulasi dan mengkhianati realitas historisnya ini. Semoga buku ini
menjadi obat bagi mereka.”
Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie,
SH, mantan ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang pernah
menyarankan agar tema tentang Atlantis di nusantara ini agar dimasukkan
ke dalam kurikulum pendidikan nasional, berkomentar: “Saya bersyukur
bahwa melalui buku ini saudara Ahmad Samantho turut memperkenalkan teori
Profesor Santos mengenai benua “Atlantis Indonesia” kepada khalayak
pembaca yang semakin luas. Kadang-kadang, sejarah memang bukan hanya
soal salah dan benar. Untuk mendorong impian warga bangsa menuju masa
depan, kita memerlukan kesadaran sejarah tentang kebesaran-kebesaran
masa lalu, makin jauh kita menghargai masa lalu, makin terbuka peluang
dan tantangan bagi kita untuk berusaha mewujudkan mimpi tentang masa
depan. Hanya dengan kesediaan dan kemampuan menghargai masa lalu itulah,
kita berhak untuk bermimpi untuk membangun peradaban bangsa kita di
masa depan.”
Sementara, Dr. Ir. Cahyana Ahmad Jayadi, MH, Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Komunikasi dan
Informasi Republik Indonesia, menyatakan: “Mengenal dan memahami
peradaban masa lalu bagi setiap bangsa, merupakan salah satu kunci
keberhasilan membangun karakter bangsanya. Hanya bangsa yang memiliki
karakter-lah yang bisa survive menghadapi tantangan zaman di era
globalisasi hari ini dan esok. Oleh karena itu, penerbitan buku karya
Kang Ahmad Samantho ini, merupakan salah satu iktiar menyediakan
referensi tentang sebuah peradaban yang pernah hadir di wilayah
Nusantara ini, di mana dengan memahami keunggulan dan kelemahan
peradaban Atlantis, kita dapat jadikan modal dasar untuk mengembangkan
peradaban maju berbasis keunggulan budaya dan karakter bangsa Indonesia,
Insya-Allah, Amin.”
Prof.Dr. Abdul Hadi WM,
budayawan, Sastrawan dan Penyair Sufi Nusantara yang juga dosen PMIAI
Universitas Paramadina-ICAS Jakarta, mengungkapkan: “Buku ini mempunyai
pandangan apokaliptik, sebagaimana beberapa buku lainnya. Dari pandangan
apokaliptik itu kemudian dikembangkan menjadi pandangan sejarah. Di
antara buku seperti ini, misalnya oleh Ibnu Khaldun, Hegel, Oswald
Spengler dan Toynbee. Mengikuti jejak Ibn Khaldun dan Spengler, Toynbee
melihat sejarah dalam perputaran musim. Suatu peradaban berkembang subur
dan marak pada mula pertamanya, ibarat tetumbuhan di musim semi. Lalu
datanglah musim panas, peradaban mulai kerontang. Kemudian disusul musim
gugur, krisis dan kerontokan mulai mengancam peradaban, antara lain ini
disebabkan oleh dekadensi moral dan dehumanisasi, sehingga akhirnya
tiba masa kematiannya di musim dingin. Perputaran musim berikutnya terus
bergulir, menanti fajar musim semi.”
Tebal : 540 halaman
Cetakan I: 1, Juli 2011, Cetakan Kedua: Oktober 2013
Penerbit : Ufuk Press
Harga : Rp 89.000,00
Membicarakan mengenai Atlantis seolah memang tidak akan pernah ada habisnya.
Atlantis
sendiri secara tiak langsung melambangkan masyarakat utopis yang luar
biasa ideal, dan inilah sebabnya peradaban ini menjadi salah satu yang
paling menarik untuk terus diteliti dan diperbincangkan.
Tempat ini disebutkan pertama kali oleh filsuf Plato dari Yunani Kuno
sekitar abad 4 SM, dan sampai sekarang tidak kurang dari 500 buku dan
film telah ditulis dan diangkat berdasarkan benua legendaris yang konon
ditenggelamkan di dasar samudra.
Selain keberadaannya yang seolah “ada tapi tiada”, kontroversi ini
juga berkaitan dengan letak sesungguhnya dari benua yang ditenggelamkan
ini. Plato sendiri dalam karyanya Timeaus and Critias (ditulis pada 360
SM) menjelaskan bahwa pulau Atlantis terhampar di seberang pilar-pilar
Hercules (yang selama ini dianggap sebagai semenanjung Gibraltar karena
menghadap langsung ke samudra Atlantik).
Pulau makmur ini tenggelam ke laut hanya dalam waktu satu malam
akibat hukuman para dewa yang murka kepada penduduk Atlantis. Entah
Atlantis versi Plato ini hanya melambangkan suatu konsep Philosopher
King dalam Republic-nya, ataukah dulu Atlantis ini memang benar-benar
ada, yang jelas pencarian terhadap lokasi Atlantis tidak pernah
berhenti.Beragam dugaan tentang letak tepat dari benua Atlantis pun
bermunculan. Berbagai klaim dan perkiraan diajukan, di antaranya di
Samudra Atlantik, di laut Mediterania, di pulau Siprus, hingga di laut
Karibia di benua Amerika. Masalahnya, pada masa Plato (dan juga pada
masa Herodotud dan Aristoteles), Atlantik digunakan untuk merujuk pada
seluruh samudra atau lautan di seluruh dunia.
Bahkan, Plato merujuk kata “Atlantik” ini kepada Samudra Hindia
sekarang. Seolah semua kontroversi itu belum cukup, pada tahun 2005
seorang profesor geologi dari Brazil yang bernama Prof. Dr. Aryo Santos
meluncurkan bukunya Atlantis, the Lost Continent Finally Found, The
Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization (buku ini juga
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Ufuk) yang
tidak kalah menghebohkan dunia. Santos, melanjurkan hipotesis
Oppenheimer, mengajukan klaim bahwa Atlantis itu terletak di Nusantara,
tepatnya di paparan Sunda atau laut dangkal antara pulau Sumatra, Jawa,
Kalimantan dan India.Alkisah, sekitar 10.000 tahun SM, ketika Bumi
mengalami zaman es yang terakhir, diperkirakan memang ada sebuah
peradaban besar yang maju.
Karena saat itu kawasan Amerika Utara, Asia, Timur Tengah, Eropa dan
sebelah Selatan Afrika masih tertutup oleh tudung es yang luas, maka
satu-satunya daratan yang memungkinkan munculnya peradaban adalah di
wilayah tropis yang suhu udaranya hangat di samping datarannya yang
luas. Dugaan ini lah yang digunakan Santos untuk mengajukan klaim bahwa
Atlantis dulunya berada di kawasan Sundaland, sebuah dataran luas yang
menyatukan India, Sumatra, Jawa dan Kalimantan.
Kondisi
geografis Indonesia yang bergunung-gunung serta keadaan alamnya yang
subur juga semakin menguatkan klaim Santos. Ledakan Megavolcano Toba,
Krakatao, Tambora dan gunung-gunung lain di Nusantara Purba inilah yang
kemudian menyebabkan tenggelamnya
Atlantis.Buku Peradaban Atlantis Nusantara karya Ahmad Y. Samantho
et.All
ini ibarat bunga rampai yang sangat komprehensif untuk menguak misteri
keberadaan benua Atlantis, terutama kaitannya dengan klaim bahwa
Atlantis dulunya memang berada di Nusantara Purba.
Bagi Anda yang merasa buku Oppenheimer dan Santos—yang harganya di
atas ratusan ribu—terlalu mahal, maka buku ini bisa menjadi semacam
penghalang dahaga keingintahuan yang sangat memuaskan. Di dalamnya, kita
bisa membaca rangkuman atau mungkin malah pemaparan secara lebih
komprehensif mengenai karya Oppenheimer Eden in the East dan karya
Santos Atlantis, Lost Continent finally Found. Lebih keren lagi, di buku
ini juga ditampilkan sejumlah tulisan yang lebih lokal, yakni terkait
dengan dugaan-dugaan dan/atau temuan-temuan sejumlah pakar Indonesia
dari beragam ranah keilmuwan yang intinya hendak mendukung klaim bahwa
Atlantis itu berada di Nusantara atau Sundaland. Misalnya saja, adanya
kemiripan bentuk candi Sukuh yang menyerupai piramida bangsa Aztec, juga
sebuah bukit di Jawa Barat yang diperkirakan adalah sebuah piramida
yang tertimbun tanah karena bentuknya yang sangat simetris.
Bagian paling menarik dari buku ini bisa ditemukan pada bab 1, 2, 3,
4, 5, 6, 10, dan 13. Dengan tidak memungkiri pentingnya bab-bab yang
lain; membaca bab-bab favorit di atas bisa diibaratkan seperti memutar
film tentang Atlantis, mulai dari kemunculannya dalam karya Plato,
hingga klaim bahwa Atlantis itu memang berada di Sundaland. Dalam
bab-bab ini, pembaca akan menemukan jawaban dari mengapa peradaban yang
besar itu bisa musnah tanpa meninggalakn jejak, sedahsyat apa bencana
yang terjadi kala itu, apa keterkaitan antara tenggelamnya Atlantis
dengan penyebaran atau diaspora penduduk dunia, benarkan nenek moyang
bangsa-bangsa India dan Mesopotamia itu berasal dari Nusantara,
bagaimana kisah terbentuknya selat Sunda terkait dengan tenggelamnya
Atlantis, apakah pilar-pilar Herkules yang dimaksud Plato itu adalah
gunung-gunung di Sumatra dan Jawa, dan masih banyak lagi tema-tema
menarik seputar Atlantis yang luar biasa menarik untuk dibaca.
Karena formatnya yang berupa bunga rampai, mungkin sejumlah pembaca
agak kecewa karena buku setebal 540 halaman ini tidak melulu membahas
Atlantis. Beberapa bab di bagian belakang, bahkan membahas ranah
filsafat ala Yunani yang mungkin sengaja dimasukkan dalam buku ini
karena keterkaitan erat antara Atlantis, Plato, dan Yunani. Selain itu,
masih dijumpai typo serta kekurangsempurnaan editan di halaman 70–90.
Namun, secara garis besar, buku ini sangat memuaskan dahaga intelektual
para pembaca yang mengidam-idamkan tema-tema Atlantis yang dibahas
secara komprehensif dan ilmiah. Dan, para penyusun yang turut
menyumbangkan tulisannya dalam buku ini pun sudah terbukti keandalannya
dalam ranah masing-masing. Inilah yang membuat buku ini begitu bermutu
dan berbobot. Sungguh sebuah karya yang mengajak kita untuk meneguhkan
diri kita kembali sebagai bangsa yang besar. Dengan membaca buku ini,
sejarah Nusantara mungkin harus sedikit direvisi kembali.
SUNDA SESUNGGUHNYA PEMILIK PERADABAN DUNIA YANG TITIK PUSATNYA ADALAH PARAHYANGAN.
JANGAN MENSTIGMA SUNDA SEBAGAI POTENSI ETNIS & LOKAL GENIUS, TAPI SUNDA ADALAH POTENSI GLOBAL & UNIVERSAL GENIUS.
JANGAN SALAH MAKOM DAN JANGAN COBA-COBA BERBICARA LOKAL GENIUS, SEBAB POTENSI SUNDA AKAN MELAHIRKAN MANUSIA GLOBAL GENIUS, BAHKAN UNIVERSAL GENIUS.
SUNDA AKAN MENGECIL KETIKA BERBICARA LOKAL GENIUS, SEBAB SUNDA SESUNGGUHNYA PEMILIK OTORITAS “HIPER MAKOM”.
Jika Manusia Sunda berbicara Lokal Genius, maka akan terjebak menjadi manusia “PANAS BARANAN”. Inilah salah satu contoh Manusia Sunda dengan wawasan UNIVERSAL GENIUS yang siap menghancurkan penyelewengan ilmu pengetahuan dan peradaban destruktif:
——————————
MANDALAJATI NISKALA
Seorang Filsuf Sunda Abad 21
Menjelaskan Dalam Buku
SANG PEMBAHARU DUNIA
DI ABAD 21,
Mengenai
HAKEKAT DIRI
Salah seorang peneliti Sunda yang sedang menulis buku
“SANG PEMBAHARU DUNIA DI ABAD 21,
bertanya kepada Mandalajati Niskala:
“Apa yang anda ketahui satu saja RAHASIA PENTING mengenai apa DIRI itu? Darimana dan mau kemana?
Jawaban Mandalajati Niskala:
“Saya katakan dengan sesungguhnya bahwa pertanyaan ini satu-satunya pertanyaan yang sangat penting dibanding dari ratusan pertanyaan yang anda lontarkan kepada saya selama anda menyusun buku ini.
Memang pertanyaan ini sepertinya bukan pertanyaan yang istimewa karena kata “DIRI” bukan kata asing dan sering diucapkan, terlebih kita beranggapan diri dimiliki oleh setiap manusia, sehingga mudah dijawab terutama oleh para akhli.
Kesimpulan para Akhli yang berstandar akademis mengatakan BAHWA DIRI ADALAH UNSUR DALAM DARI TUBUH MANUSIA.
Pernyataan semacam ini hingga abad 21 tidak berubah dan tak ada yang sanggup menyangkalnya. Para Akademis Dunia Barat maupun Dunia Timur banyak mengeluarkan teori dan argumentasi bahwa diri adalah unsure dalam dari tubuh manusia. Argumentasi dan teori mereka bertebaran dalam ribuan buku tebal. Kesimpulan akademis telah melahirkan argumentasi Rasional yaitu argumentasi yang muncul berdasarkan “Nilai Rasio” atau nilai rata-rata pemahaman Dunia Pendidikan.
Saya yakin Andapun sama punya jawaban rasional seperti di atas.
Tentu anda akan kaget jika mendengar jawaban saya yang kebalikan dari teori mereka.
Sebelum saya menjawab pertanyaan anda, saya ingin mengajak siapapun untuk menjadi cerdas dan itu dapat dilakukan dengan mudah dan sederhana.
Coba kita mulai belajar melacak dengan memunculkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan kata DIRI, JIWA dan BADAN, agar kita dapat memahami apa DIRI itu sebenarnya. Beberapa contoh pertanyaan saya susun seperti hal dibawah ini:
1)Apa bedanya antara MEMBERSIHKAN BADAN, MEMBERSIHKAN JIWA dan MEMBERSIHKAN DIRI?
2)Apa bedanya KEKUATAN BADAN, KEKUATAN JIWA dan KEKUATAN DIRI?
3)Kenapa ada istilah KESADARAN JIWA dan KESADARAN DIRI sedangkan istilah KESADARAN BADAN tidak ada?
4)Kenapa ada istilah SEORANG DIRI tetapi tidak ada istilah SEORANG BADAN dan SEORANG JIWA?
5)Kenapa ada istilah DIRI PRIBADI sedangkan istilah BADAN PRIBADI tidak ada, demikian pula istilah JIWA PRIBADI menjadi rancu?
6)Kenapa ada istilah KETETAPAN DIRI dan KETETAPAN JIWA tetapi tidak ada istilah KETETAPAN BADAN?
7)Kenapa ada istilah BERAT BADAN tetapi tidak ada istilah BERAT JIWA dan BERAT DIRI?
8)Kenapa ada istilah BELA DIRI sedangkan istilah BELA JIWA dan BELA BADAN tidak ada?
9)Kenapa ada istilah TAHU DIRI tetapi tidak ada istilah TAHU BADAN dan TAHU JIWA?
10)Kenapa ada istilah JATI DIRI sedangkan istilah JATI BADAN dan JATI JIWA tidak ada?
11)Apa bedanya antara kata BER~BADAN, BER~JIWA dan BER~DIRI?
12)Kenapa ada istilah BER~DIRI DENGAN SEN~DIRI~NYA tetapi tidak ada istilah BER~BADAN DENGAN SE~BADAN~NYA dan BER~JIWA DENGAN SE~JIWA~NYA?
13)Kenapa ada istilah ANGGOTA BADAN tetapi tidak ada istilah ANGGOTA JIWA dan ANGGOTA DIRI?
Beribu pertanyaan seperti diatas bisa anda munculkan kemudian anda renungkan. Saya jamin anda akan menjadi faham dan cerdas dengan sendirinya, apalagi jika anda hubungkan dengan kata yang lainnya seperti; SUKMA, RAGA, HATI, PERASAAN, dsb.
Kembali kepada pemahaman Akhli Filsafat, Ahli Budaya, Akhli Spiritual, Akhli Agama, Para Ulama, Para Kyai dan masyarakat umum BAHWA DIRI ADALAH UNSUR DALAM DARI TUBUH MANUSIA. Mulculnya pemahaman para akhli seperti ini dapat saya maklumi karena mereka semuah adalah kaum akademis yang menggunakan standar kebenaran akademis.
Saya berani mengetasnamakan Sunda, bahwa pemikiran di atas adalah SALAH.
Dalam Filsafat Sunda yang saya gali, saya temukan kesimpulan yang berbeda dengan pemahaman umum dalam dunia ilmu pengetahuan.
Setelah saya konfirmasi dengan cara tenggelam dalam “ALAM DIRI”, menemukan kesimpulan BAHWA DIRI ADALAH UNSUR LUAR DARI TUBUH MANUSIA. Pendapat saya yang bertentangan 180 Derajat ini, tentu menjadi sebuah resiko yang sangat berat karena harus bertubrukan dengan Pendapat Para Akhli di tataran akademik.
Saya katakan dengan sadar ‘Demi Alloh. Demi Alloh. Demi Alloh’ saya bersaksi bahwa diri adalah UNSUR LUAR dari tubuh manusia yang masuk menyeruak, kemudian bersemayam di alam bawah sadar. ‘DIRI ADALAH ENERGI GAIB YANG TIDAK BISA TERPISAHKAN DENGAN SANG MAHA TUNGGAL’. ‘DIRI MENYERUAK KE TIAP TUBUH MANUSIA UNTUK DIKENALI SIAPA DIA SEBENARNYA’. ‘KETAHUILAH JIKA DIRI TELAH DIKENALI MAKA DIRI ITU DISERAHTERIKAN KEPADA KITA DAN HILANGLAH APA YANG DINAMAKAN ALAM BAWAH SADAR PADA SETIAP DIRI MANUSIA’.
Perbedaan pandangan antara saya dengan seluruh para akhli di permukaan Bumi tentu akan dipandang SANGAT EKSTRIM. Ini sangat beresiko, karena akan menghancurkan teori ilmu pengetahuan mengenai KEBERADAAN DIRI.
Aneh sekali bahwa yang lebih memahami mengenai diri adalah Dazal, namun sengaja diselewengkan oleh Dazal agar manusia sesat, kemudian Dazal menebarkan kesesatan tersebut pada dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan ‘DI UFUK BARAT’ maupun ‘DI UFUK TIMUR’.
Sebenarnya sampai saat ini DAZAL SANGAT MEMAHAMI bahwa DIRI adalah unsur luar yang masuk menyeruak pada seluruh tubuh manusia. DIRI merupakan ENERGI KEMANUNGGALAN DARI TUHAN SANG MAHA TUNGGAL. Oleh karena pemahaman tersebut DAZAL MENJADI SANGAT MUDAH MENGAKSES ILMU PENGETAHUAN. Salah satu ilmu yang Dia pahami secara fasih adalah Sastra Jendra Hayu Ningrat Pangruwating Diyu. Ilmu ini dibongkar dan dipraktekan hingga dia menjadi SAKTI. Dengan kesaktiannya itu Dia menjadi manusia “Abadi” dan mampu melakukan apapun yang dia kehendaki dari dulu hingga kini. Dia merancang tafsir-tafsir ilmu dan menyusupkannya pada dunia pendidikan agar manusia tersesat. Dia tidak menginginkan manusia mamahami rahasia ini. Dazal dengan sangat hebatnya menyusun berbagai cerita kebohongan yang disusupkan pada Dunia Ilmu Pengetahuan, bahwa cerita Dazal yang paling hebat agar dapat bersembunyi dengan tenang, yaitu MENGHEMBUSKAN ISU bahwa Dazal akan muncul di akhir jaman, PADAHAL DIA TELAH EKSIS MENCENGKRAM DAN MERUSAK MANUSIA BERATUS-RATUS TAHUN LAMANYA HINGGA KINI.
Ketahuilah bahwa Dazal bukan akan datang tapi Dazal akan berakhir, karena manusia saat ini ke depan akan banyak yang memahami bahwa DIRI merupakan unsur luar dari tubuh manusia YANG DATANG MERUPAKAN SIBGHOTALLOH DARI TUHAN SANG MAHA TUNGGAL. Sang Maha Tunggal keberadaannya lebih dekat dari pada urat leher siapapun, karena Sang Maha Tunggal MELIPUT SELURUH JAGAT RAYA dan kita semua berada TENGGELAM “Berenang-renang” DALAM LIPUTANNYA.
Inilah Filsafat Sunda yang sangat menakjubkan.
Perlu saya sampaikan agar kita memahami bahwa Sunda tidak bertubrukan dengan Islam, saya temukan beberapa Firman Allohurabbul’alamin dalam Al Qur’an yang bisa dijadikan pijakan untuk bertafakur, mudah-mudahan semua menjadi faham bahwa DIRI adalah “UNSUR KETUHANAN” yang masuk ke dalam tubuh manusia untuk dikenali dan diserah~terimakan dari Sang Maha Tunggal sebagai JATI DIRI, sbb:
1)Bila hamba-hambaku bertanya tentang aku katakan aku lebih dekat (Al Baqarah 2:186)
2)Lebih dekat aku daripada urat leher (Al Qaf 50:16)
3)Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kami disegenap penjuru dan pada nafasmu sendiri (Fushshilat 41:53)
4)Dzat Allah meliputi segala sesuatu (Fushshilat 41:54)
5)Dia (Allah) Bersamamu dimanapun kamu berada (Al Hadid 57:4)
6)Kami telah mengutus seorang utusan dalam nafasmu (AT-TAUBAH 9:128)
7)Di dalam nafasmu apakah engkau tidak memperhatikan (Adzdzaariyaat 51:21)
8)Tuhan menempatkan DIRI antara manusia dengan qolbunya (Al Anfaal 8:24)
9)Aku menciptakan manusia dengan cara yang sempurna (At Tin 95:4)
Jawaban mengenai APA DIRI ITU. DARIMANA & MAU KEMANA (Sangkan Paraning Dumadi), akan saya jelaskan secara rinci dan tuntas pada sebuah buku.
Di masa kini ke depan Sunda akan melahirkan Para Filsuf Handal yang siap menghancurkan kesalahan cara berpikir & manipulasi ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Para Filsuf Dunia.
MARI KITA MEMBUAT KARYA FILSAFAT AGAR KITA MENJADI SEORANG FILSUF, YANG BERTANGGUNG JAWAB MENGHADIRKAN KEMBALI KEBENARAN ILMU SANG MAHA PENCIPTA, sebagai mana yang dilakukan oleh Filsuf Sunda Mandalajati Niskala, yang sebagian hipotesisnya sbb:
1) Menurut para akhli di seluruh Dunia bahwa GRAVITASI BUMI EFEK DARI ROTASI BUMI.
Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala SALAH BESAR, bahwa Gravitasi Bumi TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN ROTASI BUMI. Sekalipun bumi berhenti berputar Gravitasi Bumi tetap ada.
2) Bahkan kesalahan lainnya yaitu semua akhli sepakat bahwa panas di bagian Inti Matahari mencapai 15 Juta Derajat Celcius.
Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala panas Inti Matahari SEDINGIN AIR PEGUNUNGAN”.
Beliau menambahkan:“KALAU TIDAK PERCAYA SILAKAN BUKTIKAN SENDIRI”.
3) Filsuf Sunda Mandalajati Niskala sangat logis menjelaskan kepada banyak pihak bahwa MATAHARI ADALAH GUMPALAN BOLA AIR RAKSASA YANG BERADA PADA RUANG HAMPA BERTEKANAN MINUS, SEHINGGA DI BAGIAN SELURUH SISI BOLA AIR RAKSASA TERSEBUT IKATAN H2O PUTUS MENJADI GAS HIDROGEN DAN GAS OKSIGEN, YANG SERTA MERTA AKAN TERBAKAR DISAAT TERJADI PEMUTUSAN IKATAN TERSEBUT. Suhu kulit Matahari menjadi sangat panas karena Oksigen dan Hidrogen terbakar, tapi suhu Inti Matahari TETAP SEDINGIN AIR PEGUNUNGAN.
4) Filsuf Sunda Mandalajati Niskala menegaskan: “CATAT YA SEMUA BINTANG TERBUAT DARI AIR DAN SUHU PANAS INTI BINTANG SEDINGIN AIR PEGUNUNGAN. TITIK”.
5) Menurut para akhli diseluruh Dunia bahwa Gravitasi ditimbulkan oleh adanya massa pada suatu Zat.
Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala: “GAYA GRAVITASI BUKAN DITIMBULKAN OLEH ADANYA MASSA PADA SEBUAH ZAT ATAU BENDA”.
Mandalajati Niskala menambahkan: “Silahkan pada mikir & jangan terlalu doyan mengkonmsumsi buku2 Barat.
6) Filsuf Sunda Mandalajati Niskala membuat pertanyaan di bawah ini yang cukup menantang bagi orang-orang yang mau berpikir:
a) BAGAIMANA TERJADINYA GAYA GRAVITASI DI PLANET BUMI?
b) BAGAIMANA MENGHILANGKAN GAYA GRAVITASI DI PLANET BUMI?
c) BAGAIMANA MEMBUAT GAYA GRAVITASI DI PLANET LAIN YG TIDAK MEMILIKI GAYA GRAVITASI?
7) Menurut para akhli diseluruh Dunia bahwa Matahari memiliki Gaya Gravitasi yang sangat besar.
Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala Matahari tidak memiliki Gaya Gravitasi tapi memiliki GAYA ANTI GRAVITASI.
8) Pernyataan yang paling menarik dari Filsuf Sunda Mandalajati Niskala yaitu:
“SEMUA ORANG TERMASUK PARA AKHLI DI SELURUH DUNIA TIDAK ADA YANG TAHU JUMLAH BINTANG & JUMLAH GALAKSI DI JAGAT RAYA, MAKA AKU BERI TAHU, SBB:
a) Jumlah Bintang di Alam Semesta adalah 1.000.000.000.000.000.000.000.000.000
b) Jumlah Galaksi di Alam Semesta adalah 80.000.000.000.000
c) Jumlah Bintang di setiap Galaksi adalah sekitar 13.000.000.000.000
9) Dll produk Filsafat seluruh cabang ilmu dari Filsuf Sunda Mandalajati Niskala YANG SIAP MENCENGANGKAN DUNIA seperti Wahyu Cakra Ningrat, Trisula Weda, Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Diri, Sastra Jendra, Filsafat Ilmu Pengetahuan & Jagat Raya, dll.
Selamat berfilsafat
@Sandi Kaladia